Rabu, 06 April 2011

Tugas Perekonomian Indonesia Ke-6 (Minggu ke-12)

Nama : Nurlita
NPM : 25210182
Kelas : 1EB18


KEBIJAKAN-KEBIJAKAN EKSPOR YANG DILAKUKAN PEMERINTAH
UNTUK MENANGGULANGI KONDISI EKONOMI SAAT INI

           Dinamika perekonomian dunia dan domestik telah mewarnai perjalanan pembangunan perdagangan nasional Indonesia sampai saat ini. Kenaikan harga minyak mentah, krisis keuangan global, sampai kepada bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia, turut mempengaruhi kinerja perdagangan luar negeri dan perdagangan di dalam negeri Indonesia.

          Dengan senantiasa berusaha untuk menjawab setiap tantangan yang dihadapi dan mengambil kesempatan atas potensi yang dimiliki, maka pencapaian kondisi perdagangan Indonesia khususnya dalam kegiatan ekspor yang diharapkan di masa mendatang adalah :
a. Perkembangan jumlah usaha dan nilai transaksi sektor perdagangan mengalami peningkatan, yaitu nilai transaksi perdagangan eceran dan nilai transaksi perdagangan ekspor-impor. Sedangkan dalam kategori nilai transaksi perdagangan besar, terlihat proporsi nilai transaksi perdagangan nasional didominasi oleh transaksi perdagangan dalam negeri untuk distribusi dan non distribusi serta transaksi para eksportir, yaitu berada di atas transaksi importir dan transaksi perdagangan besar yang berdasarkan fee atau kontrak.
b. Angka ekspor-impor meningkat baik volume maupun nilai dalam surplus neraca perdagangan. Hambatan non tarif teratasi dengan terciptanya kerjasama yang kuat antara simpul pemerintah (Atase Perdagangan, ITPC, Bidang Perekonomian Kedubes RI, Dinas Perdagangan) dengan simpul pro-bisnis (Dunia Usaha, Asosiasi Bisnis, Kadin/Kadinda).
c. Faktor kelangkaan informasi dan ekonomi biaya tinggi secara signifikan teratasi melalui perkuatan jaringan sistem perdagangan dan pengembangan hukum perdagangan secara simultan. Daya saing Indonesia meningkat signifikan, menurut versi obyektif World Economic Forum, dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh antara lain hasil reformasi ekonomi perdagangan yang mempengaruhi pelayanan pelabuhan dan kepabeanan serta efektivitas upaya pembasmian ekonomi biaya tinggi sepanjang jalur distribusi ekspor, impor, dan distribusi domestik. Implikasinya terlihat pada surplus produktif neraca pembayaran dimana impor memperkuat kebutuhan pokok domestik, memperkuat industri, memperkuat daya ekspor atau ekspansi pasar global, dan memperkuat ketahanan devisa Indonesia.

          Selain 3 point di atas, masih banyak lagi harapan yang diimpikan pemerintah serta masyarakat Indonesia untuk memajukan kegiatan ekspor kita. Berikut ini adalah data yang saya dapat mengenai perkembangan ekspor Indonesia pada bulan Januari hingga Februari 2011. 


          Selain data itu, berikut ini adalah grafik mengenai perkembangan nilai ekspor Indonesia pada bulan Februari 2009 hingga Februari 2011.


          Selain data di atas, berikut ini data mengenai nilai ekspor Indonesia menurut sektor selama bulan Januari hingga Februari 2010 dan selama bulan Januari hingga Februari 2011.



          Arah kebijakan perdagangan luar negeri dalam lima tahun ke depan adalah “Meningkatkan daya saing produk ekspor non-migas untuk mendorong peningkatan diversifikasi pasar tujuan ekspor serta peningkatan keberagaman, kualitas, dan citra produk ekspor”.

          Untuk itu, strategi yang perlu dilakukan dalam pembangunan perdagangan luar negeri selama periode 2010-2014 adalah:
1. Meningkatkan produk ekspor bernilai tambah tinggi, terutama untuk produk-produk yang berbasis pada sumber daya alam serta memanfaatkan teknologi tingkat menengah.
2. Mendorong ekspor produk kreatif dan jasa yang terutama dihasilkan oleh usaha kecil menengah (UKM).
3. Mengupayakan diversifikasi pasar ekspor agar tidak bergantung pada negara tertentu dan mengupayakan melakukan ekspor pada negara tujuan akhir dimana produk akan dikonsumsi.
4. Mendorong pemanfaatan berbagai skema preferensi perdagangan dan kerjasama perdagangan internasional yang lebih menguntungkan kepentingan nasional.
5. Mendorong pengembangan ekspor wilayah perbatasan yang dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
6. Memperkuat kelembagaan perdagangan luar negeri yang mendorong efektivitas pengembangan ekspor non-migas.

          Produk-produk ekspor yang didorong pengembangannya adalah produk hilir berbasis sumber daya alam, produk yang memiliki permintaan pasarnya besar, dan produk yang mendorong perluasan kesempatan kerja.
           Adapun fokus prioritas dan kegiatan prioritas untuk perdagangan luar negeri adalah sebagai berikut :
Fokus Prioritas 1: Peningkatan diversifikasi pasar tujuan ekspor, yang didukung oleh kegiatan prioritas, yaitu :
1. Peningkatan kualitas promosi dan kelembagaan ekspor;
2. Pengembangan pasar dan produk di wilayah Afrika dan Timur Tengah;
3. Pengembangan pasar dan produk di wilayah Asia, Australia, dan Selandia Baru;
4. Pengembangan SDM bidang ekspor;
5. Peningkatan peran dan kemampuan diplomasi perdagangan internasional;
6. Peningkatan kerjasama dan perundingan bilateral di kawasan Asia, Amerika, Australia; dan
7. Peningkatan kerjasama dan perundingan bilateral di kawasan Afrika, Eropa, Timur Tengah.
Fokus Prioritas 2: Peningkatan kualitas dan keberagaman produk ekspor, yang didukung oleh kegiatan prioritas, yaitu :
1. Peningkatan pengawasan dan pengendalian mutu barang;
2. Pengembangan standardisasi bidang perdagangan;
3. Peningkatan kerjasama di bidang perdagangan jasa;
4. Pengembangan pasar dan produk di wilayah Amerika dan Eropa; dan
5. Koordinasi peningkatan dan pengembangan ekspor.
Fokus Prioritas 3: Peningkatan fasilitasi ekspor, yang didukung oleh kegiatan prioritas, yaitu :
1. Pengelolaan fasilitasi ekspor dan impor;
2. Peningkatan pengamanan dan perlindungan akses pasar;
3. Pengelolaan impor;
4. Dukungan sektor perdagangan terhadap pengembangan kawasan ekonomi khusus;
5. Perumusan kebijakan dan bimbingan teknis bidang kepabeanan;
6. Perumusan kebijakan dan bimbingan teknis fasilitas kepabeanan;
7. Koordinasi pengembangan dan penerapan National Single Window dan ASEAN Single Window (ASW);
8. Koordinasi pengembangan kerjasama ekonomi dan pembiayaan Eropa, Afrika, dan Timur Tengah;
9. Koordinasi pengembangan kerjasama ekonomi dan pembiayaan Asia.


Kebijakan-Kebijakan Ekspor yang Dilakukan Pemerintah Indonesia
          Program kebijakan-kebijakan ini dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekspor nasional dengan menitikberatkan pada upaya pengembangan produk yang berdaya saing, promosi dan penyediaan informasi pasar yang akurat dan terpercaya. Arah dari pelaksanaan program pengembangan ekspor ini, yaitu :
1. Peningkatan kualitas dan diversifikasi produk ekspor Indonesia
Dengan melakukan : (a) identifikasi dan analisa potensi produk dalam negeri, dalam rangka diversifikasi produk ekspor; (b) pengembangkan industri kreatif sebagai alternatif produk baru yang dapat diekspor; (c) pengembangan desain, kemasan, dan pencitraan produk ekspor.
2. Peningkatan dan diversifikasi pasar tujuan ekspor
Dengan melakukan : (a) peningkatan dan penguatan pada pasar utama/tradisional (Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura); (b) pengembangan pasar potensial/non tradisional, antara lain negara-negara di kawasan Asia+RRT, Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur, dan Amerika Latin.
3. Peningkatan kualitas promosi
Melalui : optimalisasi manajemen kegiatan pameran dan promosi ke luar negeri, meliputi: (a) mengembangkan konsep pameran dan promosi luar negeri secara komprehensif; (b) melakukan analisis dan evaluasi terhadap jenis pameran yang akan diikuti, dimana pameran yang diikuti haruslah sesuai dengan fokus produk yang akan ditingkatkan ekspornya; (c) meningkatkan kurasi produk dan peserta yang mengikuti pameran; (d) meningkatkan pengelolaan pelaksanaan pameran (pra pameran, pelaksanaan pameran, pasca pameran); (e) meningkatkan kapasitas SDM pelaksana pameran dan peserta pameran; (f) mengembangkan sistem pemantauan dan evaluasi kegiatan pameran yang dilakukan; (g) mengembangkan sistem informasi promosi yang baik.
4. Peningkatan kelembagaan ekspor
Melalui : (a) pengembangan dan penguatan lembaga pemasaran/perwakilan di luar negeri seperti: ITPC (Indonesia Trade Promotion Centre), Atase Perdagangan, dan perwakilan Indonesia di luar negeri (KDEI); (b) peningkatan manajemen lembaga pemasaran/ perwakilan dengan membuat key performance indicator (KPI) dari masing-masing lembaga; standar pelayanan; standar promosi dan materi promosi; potensi komoditi atau investasi yang harus dipromosikan. Lembaga pemasaran/perwakilan di luar negeri ini juga diharapkan dapat menyiapkan market intel ligence dan menjalin kerjasama promosi perdagangan sehingga dapat mengoptimalkan penetrasi produk Indonesia ke pasar di luar negeri.
5. Pencitraan Indonesia ke luar negeri
Melalui : (a) pengembangan strategi komunikasi Nation Branding yang dilakukan secara holistik. Saat ini, konsep strategi komunikasi pencitraan Indonesia telah dikembangkan, sehingga perlu segera ditindaklanjuti dengan mengimplementasikan konsep yang telah dibuat ; (b) Optimalisasi keikutsertaan Indonesia pada World Expo Shanghai China 2010 (WESC 2010) dan mengupayakan keikutsertaan dalam World Expo berikutnya; dan (c) penguatan posisi Indonesia di pameran dagang internasional potensial.
6. Peningkatan kapasitas SDM eksportir dan calon eksportir Indonesia
Melalui : (a) pengembangan kualitas diklat ; (b) pengembangan silabus pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha; (c) peningkatan jumlah dan kemampuan instruktur pelatihan; (d) peningkatan promosi pelatihan; dan (f) peningkatan kerjasama dengan lembaga nasional dan internasional.
7. Pelayanan informasi ekspor
Melalui : (a) peningkatan pengumpulan informasi/data dari kantor perwakilan perdagangan, TPO (Trade Promotion Of f ice), institusi luar negeri; (b) penyebarluasan informasi terkini secara sistematis; (c) peningkatan pelayanan inquiry; (d) pemeliharaan dan pemutakhiran website BPEN secara berkala; (e) peningkatan kegiatan humas dan publikasi; (f) peningkatan konsultasi bisnis untuk UKM; (g) optimalisasi Buyer Recept ion Desk (BRD) dan Permanent Trade Display; (h) optimalisasi pengumpulan dan pemutakhiran data; (i) pengembangan market intel ligence, yang diharapkan dapat memberikan informasi mengenai: rekomendasi produk dan tujuan ekspor; potensi pasar (potensi volume ekspor); pembeli potensial di negara tujuan; karakteristik pasar (selera pasar); standardisasi produk yang berlaku di negara tujuan; negara pemasok lain (pesaing); harga produk; dan kegiatan pameran luar negeri yang efektif untuk produk yang bersesuaian.
8. Peningkatan tata kelola yang baik
Melalui peningkatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya dalam rangka peningkatan pengembangan ekspor nasional. Outcome yang diharapkan dari Program pengembangan ekspor adalah mempertahankan pasar tradisional dan meningkatkan penetrasi pasar ekspor terutama ke negara pasar non tradisional, yang pencapaiannya diukur dengan indikator sebagai berikut:
1. Persentase pertumbuhan dan peningkatan pangsa di pasar ekspor utama;
2. Persentase pertumbuhan dan peningkatan pangsa di pasar pasar potensial di negara non tradisional;
3. Peningkatan pelayanan promosi dan hubungan dagang yang dapat diindikasikan oleh peningkatan: jumlah kantor ITPC, jumlah pameran internasional dan misi dagang, dan jumlah inquiry;
4. Tersedianya informasi pasar dan produk yang bermanfaat bagi pengembangan ekspor; dan
5. Jumlah dan kualitas pelatihan bagi eksportir dan calon eksportir.

          Dengan adanya berbagai tantangan dan tuntutan akan perubahan tersebut , serta dalam rangka mencapai target sasaran strategis kementerian sebagaimana tersebut dalam Rencana Strategis Kementerian Perdagangan tahun 2010- 2014, maka organisasi Kementerian Perdagangan ke depan dikelompokkan dan melaksanakan serta mengembangkan fungsi-fungsi tertentu sebagai berikut:
a. Pengembangan sistem distribusi dan penguatan kelembagaan perdagangan dalam kerangka penguatan pasar domestik.
b. Perlindungan konsumen dan peningkatan daya saing serta pengamanan perdagangan dalam negeri melalui (i) tindakan anti dumping, tindakan imbalan, dan safeguards; (ii) standardisasi produk; (iii) pengawasan barang beredar dan jasa; (iv) tertib ukur yang lazim disebut MSTQ (measurement, standard, testing and quality).
c. Pengembangan perdagangan berjangka komoditi, sistem resi gudang, dan pasar lelang dalam rangka peningkatan efisiensi pasar komoditi.
d. Trade Facilitation melalui pengembangan kebijakan perdagangan internasional dalam rangka peningkatan perdagangan luar negeri.
e. Trade Diplomacy dan Trade Defense dalam rangka peningkatan dan pengembangan kerjasama perdagangan internasional untuk meningkatkan peran Indonesia dalam perdagangan internasional.
f. Trade Promotion dalam rangka pengembangan promosi untuk meningkatkan dan mengembangkan ekspor.
g. Penyusunan peraturan perundangan dan pelayanan hukum di bidang perdagangan dalam rangka meningkatkan dan membenahi kualitas kebijakan, peraturan, dan posisi negosiasi Kementerian Perdagangan secara menyeluruh serta meningkatkan kapabilitas Kementerian Perdagangan sebagai lembaga yang bertanggung jawab menangani pertumbuhan ekonomi dari sektor swasta.
h. Kajian kebijakan dan pengembangan perdagangan yang akan melakukan analisis terhadap kebijakan dan pengembangan perdagangan.
i. Fungsi pengawasan dalam rangka peningkatan akuntabilitas aparatur negara kementerian perdagangan.
j. Fungsi penunjang untuk memberikan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya serta dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana kerja aparatur Kementerian Perdagangan.

          Disamping itu, seiring dengan perkembangan, tantangan, dan tuntutan perubahan, baik eksternal maupun internal, maka untuk dapat menjalankan tugas yang diemban dan sasaran yang
ditetapkan, organisasi dan tata laksana Kementerian Perdagangan sudah sepatutnya harus mengalami perubahan menuju pemerintahan yang baik (good governance).


Sumber :
Berita Resmi Statistik No.21/04/Th.XIV, 1 April 2011 dari Badan Pusat Statistik
http://www.kemendag.go.id/files/publikasi/link_khusus/Renstra/20051210renstra-2005.pdf


Tugas Perekonomian Indonesia Ke-5 (Minggu ke-9)

Nama : Nurlita
NPM : 25210182
Kelas : 1EB18


DATA STATISTIK PDB TAHUN-TAHUN MUTAKHIR
BERDASARKAN SEKTOR INDUSTRI

          Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah sama dengan pertumbuhan PDB.

          Berdasarkan Berita Resmi Statistik No. 12/02/Th. XIV, 7 Februari 2011 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, dapat kita lihat bersama bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup meningkat di tahun 2010, jika dibandingkan dengan tahun 2009. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan PDB tahun 2010 yang mencapai 6,1%. Berikut ini data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan yang sedang berjalan, yang saya peroleh berdasarkan data statistik BPS.
- Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2010 meningkat sebesar 6,1% terhadap tahun 2009, terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi 13,5% dan terendah di sektor pertanian 2,9%. Sementara pertumbuhan PDB tanpa migas tahun 2010 mencapai 6,6%.
- Besaran PDB Indonesia tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai Rp6.422,9 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.310,7 triliun.
- Secara triwulanan, PDB Indonesia Triwulan IV-2010 dibandingkan dengan Triwulan III-2010 (q-to-q) menurun sebesar 1,4%, tapi bila dibandingkan dengan Triwulan IV-2009 (y-on-y) tumbuh sebesar 6,9%.



Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2010
          Perekonomian Indonesia pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1% dibanding tahun 2009. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan pada tahun 2010 mencapai Rp2.310,7 triliun, sedangkan pada tahun 2009 dan 2008 masing-masing sebesar Rp2.177,7 triliun dan Rp2.082,5 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2010 naik sebesar Rp819,0 triliun, yaitu dari Rp5.603,9 triliun pada tahun 2009 menjadi sebesar Rp6.422,9 triliun pada tahun 2010.

          Selama tahun 2010, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 13,5%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 8,7%, sektor konstruksi 7,0%, sektor jasa-jasa 6,0%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan 5,7%, sektor listrik, gas dan air bersih 5,3%, sektor industri pengolahan 4,5%, sektor pertambangan dan penggalian 3,5%, dan sektor pertanian 2,9%. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2010 mencapai 6,6% yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB secara keseluruhan yang besarnya 6,1%.

          Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mengalami pertumbuhan sebesar 8,7% memberikan sumbangan terhadap sumber pertumbuhan terbesar terhadap total pertumbuhan PDB yaitu sebesar 1,5%. Selanjutnya diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor industri pengolahan yang memberikan peranan masing-masing sebesar 1,2% (Tabel 1).

          Dapat kita lihat bersama bahwa pertumbuhan sektor industri memberikan kontribusi yang cukup berpengaruh bagi pertumbuhan PDB Indonesia secara keseluruhan. Walaupun hanya sebesar 4,5%. Dengan melihat hal tersebut, maka seharusnya kita semakin meningkatkan pertumbuhan di semua sektor, terutama di sektor-sektor yang persentase pertumbuhannya tidak terlalu tinggi, seperti pada sektor industri.



PERBANDINGAN PERAN SEKTOR INDUSTRI
DENGAN SEKTOR LAINNYA

          Dilihat dari peranan atau kontribusinya, sektor industri merupakan sektor yang menyumbang terbesar dalam PDB maka dalam proses pembangunan ekonomi sektor industri dijadikan prioritas pembangunan yang diharapkan mempunyai peranan penting.

          Industri pengolahan adalah industri yang strategis. Industri ini dipandang mampu mendorong perekonomian Indonesia yang sedang berkembang. Dengan didukung oleh sumber daya manusia yang melimpah, maka sektor industri pengolahan diharapkan akan mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Pada kenyataannya penyerapan tenaga kerja pada industri pengolahan kurang mampu untuk menyerap tenaga kerja yang tinggi.

          Industri pengolahan menjadi leading sector sejak tahun 1990 hingga sekarang. Sebelum tahun 1990, yang menjadi leading sector adalah sektor pertanian. Perubahan tersebut menyebabkan pembangunan sektor industri merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi tanpa mengabaikan pembangunan sektor lain. Perkembangan sektor industri pengolahan di Indonesia diantaranya dapat dilihat melalui kontribusi terhadap PDB.


Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV-2010
          Kinerja perekonomian Indonesia pada Triwulan IV-2010 yang digambarkan oleh PDB atas dasar harga konstan 2000 menurun sebesar 1,4% dibanding triwulan sebelumnya (q-to-q). Penurunan tersebut mengikuti pola triwulanan yang lalu yaitu mengalami kontraksi pada Triwulan IV setelah terjadi kenaikan pada Triwulan III.

          Pertumbuhan negatif pada Triwulan IV-2010 ini disebabkan karena sektor pertanian mengalami penurunan cukup signifikan sebesar 20,3% karena siklus musiman. Sedangkan sektor-sektor lainnya selama Triwulan IV-2010 mengalami pertumbuhan positif yaitu: sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 3,7%, sektor jasa-jasa tumbuh 2,5%, sektor konstruksi tumbuh 2,5%, sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 1,7%, sektor industri pengolahan tumbuh 1,4%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan tumbuh 1,3%, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 0,7%, serta sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 0,6% (Tabel 2).

          Selanjutnya, perekonomian Indonesia pada Triwulan IV-2010 bila dibandingkan dengan Triwulan IV-2009 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,9%. Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi yaitu: sektor pengangkutan dan komunikasi mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 15,5%, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 8,4%, sektor jasa-jasa tumbuh 7,5%, sektor konstruksi tumbuh 6,7%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan tumbuh 6,3%, sektor industri pengolahan tumbuh 5,3%, sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 4,3%, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 4,2%, serta sektor pertanian tumbuh 3,8%.

Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008—2010
          Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga sektor utama yaitu : sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai peranan sebesar 53,8% tahun 2010. Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sebesar 24,8%, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai peranan masing-masing sebesar 15,3% dan 13,7%.

          Dibandingkan dengan tahun 2008 dan 2009, pada tahun 2010 terjadi peningkatan peranan pada beberapa sektor kecuali : sektor industri pengolahan turun dari 27,8% menjadi 24,8% dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan turun dari 7,5% menjadi 7,2%. Peranan sektor pertanian naik dari 14,5% menjadi 15,3% , sektor konstruksi naik dari 8,5% menjadi 10,3%, sektor pengangkutan dan komunikasi naik dari 6,3% menjadi 6,5%, dan sektor jasa-jasa naik dari 9,7% menjadi 10,2%. Selanjutnya jika dilihat secara total, peranan PDB tanpa migas naik dari 89,5% pada tahun 2008 menjadi 91,7% pada tahun 2009 dan 92,2% pada tahun 2010.

          Berdasarkan data yang disajikan di atas, kita dapat melihat bahwa peranan sektor industri saat ini mengalami penurunan jika dibanding dengan tahun 2008 dan 2009. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian kita bersama untuk memajukan peranan sektor industri kita. Tidak hanya itu saja, tetapi juga meningkatkan pertumbuhan di semua sektor yang kita miliki.


Sumber :
http://pdfsearchpro.com/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-pdf.html
http://eprints.undip.ac.id/263522JURNAL_REZAL_WICAKSONO_C2B006060.pdf


Tugas Perekonomian Indonesia Ke-4 (Minggu ke-8)

Nama : Nurlita
NPM : 25210182
Kelas : 1EB18


DATA STATISTIK PDB TAHUN-TAHUN MUTAKHIR
BERDASARKAN SEKTOR PERTANIAN

          Penghitungan PDB sektor pertanian dilakukan melalui pendekatan produksi yaitu menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi di sektor pertanian dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing nilai produksi bruto setiap sub sektor.

          Nilai PDB sektor pertanian mencakup sub sektor tanaman bahan makanan (tanaman pangan dan hortikultura), tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, dan perikanan. Oleh karena itu analisis yang disajikan dalam buletin ini secara rinci akan ditampilkan perkembangan kinerja masing-masing sub sektor.

          Ruang lingkup dan definisi masing-masing sub sektor dalam sektor pertanian adalah sebagai berikut :
a. Sub sektor tanaman bahan makanan mencakup komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya, sayur-sayuran, buah-buahan, padi-padian, serta bahan makanan lainnya.
b. Sub sektor perkebunan mencakup semua jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan. Komoditi yang dicakup meliputi antara lain cengkeh, jahe, jambu mete, jarak, kakao, karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa, kelapa sawit, kemiri, kina, kopi, lada, pala, panili, serat karung, tebu, tembakau, teh serta tanaman perkebunan lainnya.
c. Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mencakup semua kegiatan pembibitan dan pembudidayaan segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasilnya, baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan peternakan. Jenis ternak yang dicakup meliputi sapi, kerbau, kambing, babi, kuda, ayam, itik, telur ayam, telur itik, susu sapi serta hewan peliharaan lainnya.
d. Sub sektor kehutanan mencakup kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan, akar-akaran, termasuk juga kegiatan perburuan. Komoditi yang dicakup meliputi, kayu gelondongan (baik yang berasal dari rimba maupun hutan budidaya), kayu bakar, rotan, arang, bambu, terpentin, gondorukem, kopal, menjangan, babi hutan serta hasil hutan lainnya.
e. Sub sektor perikanan mencakup semua kegiatan penangkapan, pembenihan dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar maupun di air asin. Komoditi hasil perikanan antara lain seperti ikan tuna dan jenis ikan laut lainnya; ikan mas dan jenis ikan darat lainnya; ikan bandeng dan jenis ikan payau lainnya; udang dan binatang berkulit keras lainnya; cumi-cumi dan binatang lunak lainnya; rumput laut serta tumbuhan laut lainnya.

PDB Menurut Lapangan Usaha/Sektor
          Penghitungan PDB ditinjau dari sudut lapangan usaha/ sektoral menunjukkan besarnya kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah sebagai akibat dari adanya proses produksi. Nilai tambah yang terbentuk dari setiap sektor ekonomi tersebut menggambarkan struktur perekonomian suatu negara.

          Struktur perekonomian Indonesia terdiri dari 9 lapangan usaha/sektor, yaitu (1) sektor pertanian, dan sektor non pertanian yang terdiri atas (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas dan air bersih, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta (9) sektor jasa-jasa.

          Sektor pertanian di sini mencakup segala pengusahaan yang didapatkan dari alam dan merupakan benda/barang biologis (hidup), dimana hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri atau untuk dijual kepada pihak lain. Pengusahaan ini tidak termasuk kegiatan yang bertujuan untuk hobi.

          Perekonomian Indonesia pada tahun 2003 yang diukur dari nilai PDB naik dibandingkan tahun 2002 baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan 1993. PDB atas dasar harga berlaku naik dari Rp. 1.610,56 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 1.786,69 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 1993 naik dari Rp. 426,94 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 444,45 triliun.

         Dengan demikian kinerja perekonomian Indonesia tumbuh positif 4,10 persen. Peningkatan ini didukung seluruh lapangan usaha baik sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Di sektor pertanian, peningkatan PDB sebenarnya telah diprediksi sebelumnya mengingat adanya kecenderungan peningkatan PDB dalam lima tahun terakhir. Dengan pertumbuhan positif 2,48 persen, kinerja sektor pertanian berhasil mencapai nilai riil sebesar Rp. 70,37 triliun. Sedangkan secara nominal PDB sektor pertanian tahun 2003 sebesar Rp. 296,24 triliun (Gambar 1).

          Peningkatan PDB sektor pertanian tahun 2003 diperoleh karena meningkatnya
kinerja perekonomian sebagian besar sub sektor pendukungnya.

Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Tahun 2003
          PDB Indonesia pada tahun 2003 naik dibandingkan tahun 2002 secara nominal maupun secara riil. PDB atas dasar harga berlaku naik dari Rp. 1.610,56 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 1.786,69 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 1993 naik dari Rp. 426,94 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 444,45 triliun atau tumbuh positif 4,10 persen. Pertumbuhan ini disebabkan naiknya kinerja seluruh sektor perekonomian.

          Sektor pertanian mencatat pertumbuhan 2,48 persen, lebih kecil daripada pertumbuhan
sektor non pertanian. PDB sektor pertanian tahun 2003 secara nominal berdasarkan harga berlaku mencapai Rp. 296,24 triliun yang terdiri atas sub sektor tanaman bahan makanan senilai Rp. 146,35 triliun, sub sektor perkebunan Rp. 47,05 triliun, sub sektor peternakan Rp. 39,04 triliun, sub sektor kehutanan Rp. 19,00 triliun, dan sub sektor perikanan Rp. 44,79 triliun (Tabel 1). Dengan demikian sub sektor tanaman bahan makanan tetap memberikan andil terbesar terhadap PDB sektor pertanian, yaitu sebesar 49,40 persen. Kontribusi ini sebenarnya menurun dibandingkan tahun 2002 (51,37 persen) yang mengindikasikan adanya penyebaran kontribusi dan peningkatan PDB pada sub sektor-sub sektor lainnya.

          Komoditas yang berperan penting dalam pembentukan PDB tanaman bahan makanan adalah padi dengan kontribusi terhadap PDB sub sektor tanaman bahan makanan sekitar 42,74 persen. Sementara itu secara riil PDB sektor pertanian tahun 2003 berdasarkan harga konstan 1993 mencapai Rp. 70,37 triliun atau naik 2,48 persen dibandingkan tahun 2002 (sebesar Rp. 68,67 triliun). Kenaikan terjadi pada hampir seluruh sub sektor pendukung kecuali sub sektor kehutanan yang turun 0,35 persen. Kenaikan tertinggi dicapai oleh sub sektor perkebunan sebesar 5,16 persen, diikuti perikanan (3,95 persen), peternakan (3,47 persen), dan tanaman bahan makanan (1,55 persen) (lihat Tabel 2).


          Dalam jangka pendek fluktuasi perekonomian Indonesia tercermin dari PDB dengan periode triwulanan. Pada triwulan IV tahun 2003 PDB Indonesia secara nominal berdasarkan harga berlaku mencapai Rp. 451,53 triliun, turun dibandingkan triwulan III tahun 2003 yang mencapai Rp. 454,17 triliun.

          Secara riil berdasarkan harga konstan 1993 PDB Indonesia pada triwulan IV 2003 mencapai Rp. 110,72 triliun atau turun 2,78 persen dibandingkan triwulan sebelumnya yang terutama disebabkan oleh adanya faktor musiman pada sektor pertanian.

          PDB sektor pertanian yang pada triwulan III tahun 2003 berhasil mencapai nilai Rp. 78,15 triliun (harga berlaku) maka pada triwulan IV tahun 2003 hanya mencapai Rp. 64,51 triliun. Sementara menurut perhitungan harga konstan 1993, kinerja sektor pertanian triwulan IV tahun 2003 juga turun dari Rp. 19,37 triliun (triwulan III tahun 2003) menjadi Rp. 15,05 triliun atau turun 22,29 persen.

           Penurunan yang cukup besar tersebut merupakan refleksi dari faktor musiman di sub sektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan. Sub sektor tanaman bahan makanan mencapai PDB nominal triwulan IV 2003 sebesar Rp. 24,63 triliun, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp. 37,55 triliun. Berdasarkan nilai riil sub sektor tanaman bahan makanan turun dari Rp. 9,24 triliun pada triwulan III 2003 menjadi Rp. 6,17 triliun atau turun 33,24 persen.

           Pada triwulan IV 2003 PDB nominal sub sektor perkebunan mencapai Rp. 12,36 triliun, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp. 14,76 triliun. Sedangkan secara riil PDB sub sektor perkebunan adalah sebesar Rp. 3,05 triliun, turun 29,17 persen terhadap triwulan III 2003.

           Berbeda dengan dua sub sektor terdahulu, sektor peternakan dan hasil-hasilnya berhasil naik tipis 0,45 persen demikian pula dengan sub sektor perikanan (naik 2,73 persen), tetapi sub sektor kehutanan turun 3,45 persen.

          Dengan mengabaikan faktor musiman pada sektor pertanian maka kita dapat membandingkan PDB pada triwulan IV tahun 2003 dengan triwulan yang sama tahun 2002. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa PDB Indonesia pada periode triwulan IV tahun 2003 tumbuh positif 4,35 persen tetapi PDB pertanian justur turun 0,17 persen dibandingkan triwulan IV 2002 karena adanya penurunan pada kinerja sub sektor tanaman bahan makanan dan kehutanan.



PERBANDINGAN PERAN SEKTOR PERTANIAN
DENGAN SEKTOR LAINNYA

Peranan (Kontribusi) PDB Sektor Pertanian Terhadap PDB Nasional
          PDB sektor pertanian pada tahun 2003 memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 16,58 persen, merupakan peringkat kedua setelah sektor industry pengolahan. Dukungan diberikan oleh sub sektor tanaman bahan makanan dengan kontribusi sebesar 8,19 persen, peringkat kedua diduduki oleh sub sektor perkebunan sebesar 2,63 persen, sub sektor perikanan menduduki peringkat ketiga dengan kontribusi mencapai 2,51 persen, sedangkan peringkat keempat dan kelima diduduki oleh sub sektor peternakan dan kehutanan masing-masing sebesar 2,19 persen dan 1,06 persen.

          Pada periode triwulanan, kontribusi sektor pertanian terhadap total PDB nasional selama triwulan IV tahun 2003 mencapai 14,29 persen, berada pada peringkat ketiga setelah sektor non pertanian yaitu sektor industri pengolahan (24,42 persen ) dan sektor perdagangan - hotel-restoran (16,53 persen).

          Pada triwulan-triwulan sebelumnya sektor pertanian berhasil menduduki peringkat kedua di bawah sektor industri pengolahan. Pergeseran peringkat tersebut patut menjadi perhatian karena hal ini juga menunjukkan semakin berkurangnya pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dibandingkan sektor non pertanian.

          Kontribusi sektor pertanian sebesar 14,29 persen terhadap PDB nasional tersebut didukung oleh kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan sebesar 5,46 persen, sub sektor perikanan sebesar 2,76 persen, sub sektor perkebunan 2,74 persen, sub sektor peternakan 2,24 persen, diikuti sub sektor kehutanan dengan kontribusi sebesar 1,09 persen (Tabel 3).



Peranan (Kontribusi) PDB Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Sektor Pertanian
          Kontribusi terbesar bagi PDB sektor pertanian masih didominasi oleh sub sektor tanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi sebesar 49,40 persen selama tahun 2003. Peringkat kedua adalah sub sektor perkebunan sebesar 15,88 persen, diikuti sub sektor perikanan sebesar 15,12 persen, sub sektor peternakan 13,18 persen, dan sub sektor kehutanan 6,41 persen.

          Pada periode triwulanan sub sektor tanaman bahan makanan juga merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan PDB pertanian. Kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan selama triwulan IV tahun 2003 sebesar 38,18 persen. Namun demikian persentase tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan III tahun 2003 yang mencapai 48,05 persen maupun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

          Peringkat kedua diduduki oleh sub sektor perkebunan yang memberikan kontribusi terhadap PDB sektor pertanian pada triwulan IV tahun 2003 sebesar 19,15 persen, meningkat jika dibandingkan triwulan III tahun 2003 yang hanya mencapai 18,89 persen.

          Sub sektor perikanan mengalami peningkatan kontribusi dari 14,61 persen pada triwulan III tahun 2003 menjadi 19,34 persen pada triwulan IV tahun 2003. Sedangkan sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mengalami peningkatan kontribusi dari 12,23 persen (triwulan III tahun 2003) menjadi 15,70 persen (triwulan IV tahun 2003). Hal yang sama juga terjadi pada sub sektor kehutanan dengan kontribusi sebesar 6,21 persen pada triwulan III tahun 2003 menjadi 7,63 persen pada triwulan IV tahun 2003 (Gambar 2).


          Jika diamati sebenarnya kontribusi PDB tiap-tiap sub sektor pertanian pada periode triwulanan mempunyai pola yang hampir sama dari tahun ke tahun. Sub sektor tanaman bahan makanan mempunyai pola kontribusi PDB yang cenderung menurun dari triwulan I sampai dengan triwulan IV. Dari perilaku tersebut diketahui bahwa kontribusi terbesar sub sektor tanaman bahan makanan terjadi pada triwulan I sebagai dampak positif dari puncak panen padi di musim hujan (Gambar 3a).


          Pada sub sektor perkebunan, perbandingan kontribusi PDB antar triwulan lebih bervariasi. Sub sektor perkebunan menempati peringkat kedua atau ketiga bergantian dengan sub sektor perikanan. Kontribusi terbesar umumnya terjadi pada triwulan III dan IV (Gambar 3b) yang disebabkan oleh adanya kecenderungan panen pada semester kedua dari komoditas tahunan utama sub sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. Kontribusi PDB perkebunan terhadap total PDB pertanian pada triwulan I tercatat merupakan kontribusi yang terendah.


          Pada sub sektor peternakan, pola kontribusi PDB menunjukkan kenaikan pada triwulan II dan triwulan IV dan pada triwulan IV kontribusi sub sektor peternakan mencapai persentase tertinggi. Kontribusi pada triwulan I dan III cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (Gambar 3c). Hal ini lebih disebabkan oleh adanya peningkatan produksi menjelang hari-hari besar keagamaan yang jatuh hampir bersamaan pada akhir tahun1999-2003.


          Kontribusi PDB sub sektor kehutanan cenderung meningkat dari triwulan I sampai dengan triwulan IV setiap tahunnya. Kontribusi tertinggi dicapai pada triwulan IV dan selanjutnya turun kembali pada triwulan I(Gambar 3d). Sub sektor kehutanan memberikan kontribusi terhadap PDB pertanian yang paling rendah dibandingkan sub sektor pendukung lainnya.


          Pola yang hampir serupa dengan sub sektor kehutanan juga terjadi pada sub sektor perikanan yaitu cenderung naik pada triwulan II sampai dengan triwulan IV kemudian turun pada triwulan I. Kontribusi perikanan terhadap PDB pertanian mencapai lebih dari 12 persen dan menempati peringkat kedua atau ketiga setelah sub sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan (Gambar 3e).


Tingkat Perubahan HargaProdusen
          Perubahan PDB secara nominal antara lain dapat disebabkan oleh perubahan harga yang terjadi dalam periode tersebut. Untuk menggambarkan fluktuasi harga selama periode tertentu dapat digunakan perubahan indeks harga implisit atau indeks implisit. Perubahan harga yang terjadi akan mempengaruhi daya beli konsumen karena mengakibatkan ketidakseimbangan antara pengeluaran dengan pendapatan.

          Indeks implisit diperoleh dari perbandingan antara PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan untuk menggambarkan perubahan harga barang dan jasa di tingkat produsen. Pertumbuhan indeks implisit terhadap periode sebelumnya merupakan inflasi atau deflasi harga produsen setiap sektor/sub sektor pada periode yang bersangkutan.

          Indeks implisit tahunan semua sektor perekonomian pada tahun 2003 mencapai lebih dari 300,00 kecuali sektor pengangkutan - komunikasi sebesar 298,14. Hal ini berarti telah terjadi kenaikan harga yang cukup besar dibandingkan tahun dasar 1993. Inflasi tertinggi terjadi di sektor listrik, gas, dan air bersih (21,78 persen ) serta sektor jasa-jasa (16,22 persen).

          Sektor pertanian sendiri mempunyai indeks implisit tahun 2003 sebesar 420,95. Jika dibandingkan tahun 2002 dengan indeks implisit 400,86 , maka sektor pertanian mengalami inflasi sebesar 5,01 persen. Kenaikan harga terjadi pada semua sub sektor pendukungnya. Sub sektor tanaman bahan makanan dengan indeks implisit 417,31 mengalami inflasi 1,91 persen, merupakan inflasi terendah di antara sub sektor pertanian lainnya. Sub sektor perkebunan juga mengalami inflasi 6,50 persen berdasarkan indeks implisit tahun 2003 yang mencapai 378,90.

          Indeks implisit tertinggi dicapai oleh sub sektor peternakan sebesar 504,09 dengan laju inflasi 7,43 persen. Sebaliknya sub sektor kehutanan mempunyai indeks implisit terendah di sektor pertanian yaitu 285,36 dengan laju inflasi tertinggi sebesar 12,48 persen.

          Pada periode triwulanan hampir semua sektor mengalami inflasi pada triwulan I dan triwulan IV tahun 2003, sedangkan deflasi terjadi pada triwulan II dan triwulan III 2003. Semua sektor perekonomian mempunyai indeks implisit di atas 300,00 kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi, tetapi pada triwulan IV tahun 2003 sektor tersebut menembus level 303,00 dengan laju inflasi 1,91 persen. Laju inflasi yang cukup tinggi untuk triwulan IV 2003 terjadi di sektor pertanian (6,23 persen) serta sektor pertambangan dan penggalian (5,93 persen), sedangkan penurunan harga atau deflasi hanya terjadi di sektor industri pengolahan (0,24 persen).

          Sepanjang tahun 2003 laju inflasi sektor pertanian tertinggi terjadi pada triwulan I yang mencapai 6,71 persen dengan indeks implisit 439,37. Inflasi juga terjadi di semua sub sektor pertanian. Pada triwulan II dan triwulan III 2003 harga barang dan jasa di sektor pertanian turun yang mengakibatkan deflasi masing-masing sebesar 5,60 persen dan 2,72 persen. Pada triwulan IV 2003 sektor pertanian mencapai indeks implisit 428,63 dengan laju inflasi terhadap triwulan sebelumnya sebesar 6,23 persen. Namun demikian inflasi tidak terjadi di semua sub sektor pertanian karena sub sektor tanaman bahan makanan justru mengalami deflasi.

          Sub sektor tanaman bahan makanan yang merupakan contributor terbesar untuk sektor pertanian mengalami inflasi hanya pada triwulan I 2003 sebesar 6,71 persen dengan indeks implisit 444,50.
Menginjak triwulan II 2003 terjadi penurunan harga barang dan jasa untuk kegiatan usaha tani yang cukup besar sehingga mengakibatkan indeks implisit turun menjadi 410,04 atau deflasi 7,75 persen terhadap triwulan sebelumnya. Deflasi tersebut masih berlanjut pada triwulan II dan triwulan IV 2003 masing-masing sebesar 0,92 persen dan 1,75 persen (Gambar 4).

          Sub sektor perkebunan mencapai inflasi tertinggi pada triwulan I 2003 (9,42 persen) dan triwulan IV 2003 (18,16 persen). Indeks implisit pada kedua triwulan tersebut masing-masing sebesar 408,10 dan 405,51. Pada triwulan II dan triwulan III 2003 penurunan harga menyebabkan indeks implisit turun menjadi 382,42 dan 343,19 atau deflasi dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 6,29 persen dan 10,26 persen.

          Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mengalami inflasi pada triwulan I, II, dan triwulan IV 2003. Harga barang dan jasa pada sub sektor ini cukup stabil dengan indeks implisit tercatat sebesar 496,64 (triwulan I), 499,74 (triwulan II) dan 523,57 (triwulan IV).

          Penurunan harga hanya terjadi pada triwulan III tahun 2003 sebesar 0,66 persen dengan indeks implisit 496,47. Sub sektor kehutanan mempunyai indeks implisit paling rendah dibandingkan sub sektor pertanian lainnya dengan indeks kurang dari 300,00. Pada triwulan I 2003 indeks implisit kehutanan sebesar 280,02 dengan laju inflasi 4,98 persen. Pada triwulan II tahun 2003 terjadi penurunan harga barang dan jasa usaha untuk sub sektor kehutanan sebesar 0,70 persen sehingga indeks implisit menjadi 278,06.

          Triwulan II dan triwulan III 2003 indeks implisit sub sektor kehutanan kembali naik dengan laju inflasi masingmasing sebesar 2,33 persen dan 5,04 persen. Indeks implisit sub sektor perikanan merupakan indeks tertinggi di sektor pertanian. Pada triwulan I tahun 2003 indeks implisit sub sektor ini mencapai 521,32 dengan laju inflasi terhadap triwulan IV tahun 2002 sebesar 1,04 persen. Pada triwulan II 2003 terjadi penurunan harga barang dan jasa sebesar 1,52 persen yang menyebabkan indeks implisit berubah menjadi 513,42.

          Memasuki triwulan III indeks implisit sub sektor perikanan naik menjadi 521,18 atau inflasi perikanan sebesar 1,51 persen. Kenaikan harga kembali terjadi pada triwulan IV 2003 sebesar 6,31 persen dengan indeks implisit menjadi 554,05.


Sumber :
http://www.deptan.go.id/buletin/pdb/pdb0104.pdf


Tugas Perekonomian Indonesia Ke-3 (Minggu ke-5&6)

Nama : Nurlita
NPM : 25210182
Kelas : 1EB18



DATA TINGKAT KEMISKINAN & PENDAPATAN PER KAPITA INDONESIA
SAAT INI JIKA DIBANDINGKAN DENGAN NEGARA ASEAN LAINNYA


          Berdasarkan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang saya dapatkan, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2010 adalah 31 juta orang atau 13,3 % dari jumlah penduduk. Sebanyak 19,9 juta berada di pedesaan dan 11.1 juta berada di perkotaan.Berarti hampir 2/3 penduduk miskin ada di pedesaan. Tabel berikut menyajikan perkembangan penduduk miskin sejak tahun 1996.

Perbandingan Tingkat Kemiskinan di Beberapa Negara Asia
          Jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga, penurunan angka kemiskinan di Indonesia tergolong relatif amat lambat. Data yang bersumber dari World Bank, East Asia & Pacific Update, November 2007 menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin (dengan acuan garis kemiskinan pengeluaran sehari/orang US$1) di Indonesia pada tahun 1990 lebih tinggi dibandingkan dengan di Vietnam dan China. Namun, saat ini penduduk miskin di kedua negara itu sudah lebih rendah dari Indonesia.

          Pemerintah memang telah melipatgandakan alokasi anggaran untuk menurunkan kemiskinan. Namun, kenyataannya, kenaikan anggaran sampai lebih lima kali lipat selama 2004-2010, hanya menghasilkan penurunan jumlah orang miskin dari 36,1 juta orang pada tahun 2004 menjadi 31 juta orang pada tahun 2010.




Pendapatan Per Kapita Indonesia Saat Ini
          Pendapatan per kapita Indonesia di 2010 tercatat naik 13% menjadi Rp 27 juta atau US$ 3.004,9, dari pendapatan per kapita di 2009 yang sebesar Rp 23,9 juta atau US$ 2.349,6. Demikian disampaikan dalam siaran pers Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip, Senin (7/2/2011).

          PDB/PNB (Produk Nasional Bruto) per kapita merupakan PDB/PNB (atas dasar harga berlaku) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

          Sementara itu PNB per kapita juga meningkat dari Rp 23,1 juta atau US$2.267,3 di 2009 menjadi Rp 26,3 juta atau US$2.920,1 di 2010 atau terjadi peningkatan sebesar 13,9%.

          Seperti diketahui, perekonomian Indonesia di 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1% dibanding 2009.

          Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan di 2010 mencapai Rp 2.310,7 triliun, sedangkan di 2009 dan 2008 masing-masing sebesar Rp 2.177,7 triliun dan Rp 2.082,5 triliun.

          Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB di 2010 naik sebesar Rp 819 triliun, yaitu dari Rp 5.603,9 triliun di 2009 menjadi sebesar Rp6.422,9 triliun di 2010.



PROGRAM PEMERINTAH SAAT INI UNTUK MENANGGULANGI KEMISKINAN

          Kita perlu menghadirkan upaya yang lebih sungguh-sungguh, tak sekedar mengurangi kemiskinan, melainkan memerangi kemiskinan. Banyak program yang seharusnya bisa dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan.
          Program yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan dalam jaring-jaring pengaman sosial meliputi: program Jamkesmas, program BLT (Bantuan Langsung Tunai), PKH (Program Keluarga Harapan), program PNPM Mandiri, Raskin, program pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR), program beasiswa utk orang miskin, dan beberapa program kesejahteraan sosial di bawah Kementerian Sosial.

          Salah satu yang wajib dihadirkan ialah jaring-jaring pengaman sosial (social safety nets). Sangatlah ironis kalau pada tahun 2010, subsidi BBM–yang notabene paling banyak dinikmati oleh kelas menengah melebihi belanja modal dan tiga kali lebih besar ketimbang alokasi anggaran untuk jaring-jaring pengaman sosial yang memang ditargetkan langsung untuk orang miskin.


Sumber :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/03/19/angka-kemiskinan-turun-tapi-lambat-sekali/
http://idiotnesia.com/2011/02/07/bps-pendapatan-per-kapita-ri-naik-13/
http://www.bps.go.id/brs_file/Penjelasan_Data_Kemiskinan.pdf