Rabu, 18 Mei 2011

Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-10

PENGEMBANGAN SEKTOR RIIL

          Untuk mengembangkan sektor riil, pemerintah sebaiknya membuat formulasi kebijakan yang bersifat operasional untuk merevitalisasikan sektor riil berbasis ekonomi kerakyatan. Kebijakan itu bisa dilakukan melalui 7 langkah secara terpadu, di antaranya yaitu :

1.Melakukan perbaikan fungsi intermediasi perbankan dan lembaga non perbankan, terutama bagi rakyat kecil
          Implementasi kebijakan ini dapat dilaksanakan melalui penurunan tingkat suku bunga komersial. Suku bunga yang dapat memancing gairah sektor riil maksimal 4% dari suku bunga deposito atau sekitar 14%.
         Pemerintah juga dapat mendesain kredit program dengan suku bunga lebih murah dan persyaratan pinjaman lunak bagi usaha ekonomi rakyat kecil, terutama bagi sektor pertanian, kelautan dan perikanan, serta UKM lainnya. Banyak pihak masih menganggap bahwa resiko usaha pada sektor riil di Indonesia masih tinggi.

2.Perbaikan dan pengembangan infrastruktur pembangunan
          Untuk merevitalisasikan sektor riil adalah dengan melakukan perbaikan dan mengembangkan infrastruktur pembangunan. Pembangunan ini harus mengedepankan prinsip keseimbangan regional sehingga mampu mempersempit disparitas antara kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia, atau antara pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Pembangunan infrastruktur merupakan investasi atau cost yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menggerakkan pembangunan.

3.Perbaikan kondisi ketenagakerjaan
         Revitalisasi sektor rill tidak terlepas dari mantapnya kebijakan pemerintah dalam perbaikan kondisi ketenagakerjaan. Pemerintah, pengusaha, dan buruh harus mampu menciptakan harmonisasi hubungan antara pekerja dan perusahaan (industri), sehingga bersifat saling menguntungkan dan saling memperkuat.

4.Perbaikan iklim investasi dan usaha ekonomi
          Keberhasilan kebijakan perbaikan iklim investasi dan usaha ekonomi dapat tercapai, apabila ada peningkatan konsistensi kebijakan, jaminan dan kepastian hukum. Iklim investasi dan usaha ekonomi juga akan bergairah bila ada penyempurnaan dalam sistem perpajakan, retribusi dan sejenisnya yang selama ini membebani pengusaha.

5.Memfokuskan pembangunan pada industri-industri yang berbasis sumber daya alam melalui penerapan iptek dan manajemen profesional
          Pemerintah harus memfokuskan pembangunan pada industri-industri yang berbasis sumber daya alam dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dan manajemen profesional. Dalam hal ini, pemerintah harus memacu pertumbuhan sektor penghela (prime mover), yakni sektor kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, serta energi dan sumber daya mineral.

6.Peningkatan kualitas SDM dan iptek
          Pengalaman empiris selama ini membuktikan bahwa kemandirian dan kesejahteraan suatu bangsa amat ditentukan oleh penguasaan iptek bangsa yang bersangkutan. Strategi peningkatan kualitas SDM dan penguasaan iptek dapat dilakukan dengan perbaikan sistem pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal, juga sinergi lembaga pendidikan-ristek pemerintah dan swasta.

7.Penegakan hukum dan supremasi hukum
          Untuk merevitalisasi sektor riil, perlu penegakan hukum dan supremasi hukum. Indonesia sejak lama dikenal sebagai risky country untuk berinvestasi, sehingga ada kecenderungan bagi investor untuk tidak menanamkan investasinya di Indonesia. Jika investor tetap berminat melakukan investasi, biasanya diikuti tuntutan tingkat pembagian laba tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan Singapura dan Malaysia, dimana PMA di sana tidak memasukkan klausul pembagian laba tinggi dalam syarat investasi.

          Dengan ketujuh langkah di atas, diharapkan Indonesia mampu mandiri untuk mengembangkan sektor riil. Kemandirian inilah yang akan menimbulkan harga diri bangsa dan harapan kita bersama bahwa krisis itu benar-benar tidak akan berpengaruh pada bangsa kita.



Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-9

MENGUNGKAP KRISIS EKONOMI GLOBAL

          Sudah banyak teori dan argumentasi yang diungkapkan para pakar ekonomi untuk menerangkan mengapa Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara super power dunia, kini terperosok dalam krisis ekonomi. Namun, kalau kita mau jujur, akar permasalahannya hanya satu kata, yaitu greed atau serakah.

           Banyak yang beranggapan demikian. Salah satunya, dalam sebuah edisi penerbitan yang membahas tuntas krisis keuangan global, majalah Time menuding krisis tersebut sebagai the price of greed atau buah dari keserakahan.

           Keserakahan itu pula yang membuat para pelaku pasar menganggap sepi hamburan milyaran dollar AS milik rakyat dan para pembayar pajak seluruh dunia ke pasar uang AS hanya untuk mengamankan investasinya.

           Sifat serakah menyebabkan korporasi AS nekad berspekulasi demi mengeruk laba. Lihat apa yang dilakukan perusahaan asuransi American International Groups Inc (AIG). Inti bisnis perusahaan ini adalah asuransi resiko biasa. AIG bingung ketika terlalu berani berspekulasi dalam bisnis penalangan resiko akibat transaksi derivatif.

           Nafsu untuk memburu laba pula yang menyebabkan raksasa ekonomi dunia seperti Lehman Brothers dan Merrill Lynch menutup mata saat mengucurkan kreditnya pada nasabah properti yang sebenarnya tak layak mendapatkan kredit. Saat nasabah gagal membayar, mereka pun kebingungan hingga otoritas keuangan turun tangan.

           Kejatuhan AS pada dasarnya bukan peristiwa yang datang secara tiba-tiba. Ini merupakan akumulasi yang timbul dari tahun-tahun sebelumnya, terutama akibat ketidakcakapan pemerintahan Bush dalam mengelola perekonomian dan politik luar negerinya.

           Menumpuknya hutang AS merupakan akibat dari program pengurangan pajak yang dilakukan oleh pemerintah Bush sejak 2001 sebesar US $ 1,35 triliun. Kebijakan ini merupakan ambisi Bush untuk mendorong aktivitas perekonomian negaranya. Teorinya, dengan pajak yang rendah, korporasi akan meningkatkan konsumsi. Harapan ini ibarat “menggantang asap”, karena faktanya pertumbuhan ekonomi AS hnaya sebesar 2,5 % per tahun. Ini merupakan rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah yang pernah dialami Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir. Kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat cenderung suka ikut campur urusan dalam negeri negara lain, menyumbang hutang yang tidak kecil jumlahnya.

           Amerika Serikat pada dasarnya lupa bahwa dunia kini sedang berubah. Keserakahan membuat mereka kurang berhati-hati, sehingga superioritas mereka dalam segala bidang mulai hilang. Hal ini digambarkan sangat jelas oleh kolumnis Fareed Zakaria yang dimuat di majalah Newsweek.



Sabtu, 14 Mei 2011

Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-8

Globalisasi Ekonomi

          Globalisasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai mendunianya kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi mengenal batas-batas kenegaraan, bukan lagi sekedar internasional tetapi bahkan transnasional. Dan transnasionalisasi kegiatan-kegiatan perekonomian ini bukan lagi hanya terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas ke aspek produksi dan pemasaran, bahkan aspk sumber daya manusia. Konsekuaensi dari semua ini, perekonomian antarnegara semakin berkaitan erat. Peristiwa ekonomi di sebuah negara dengan cepat dan mudah merambah ke negara-negara lain.

          Globalisasi ekonomi menggiring perusahaan-perusahaan raksasa yang semula multinasional menjadi transnasional. Mereka beroperasi menembus batas-batas negara, bahkan memudarkannya. Ini menyebabkan meningkatnya peredaran uang dan modal secara global, pesatnya ahli-teknologi, cepatnya distribusi hasil-hasil produksi (khususnya produk-produk industrial), munculnya aliansi stategis antar perusahaan sejenis, serta bermunculannya produk-produk berstandar global (dalam arti bisa diproduksi dan dipasarkan dimana saja). Semua ini mengakibatkan bisnis dan perdagangan (pada khususnya) serta perekonomian (pada umumnya) menjadi kian kompetitif.

          Dalam situasi seperti sekarang, keunggulan bisnis dan perekonomian bukan lagi berdasarkan pada strategi keunggulan komparatif (competitive advantage). Perusahaan-perusahaan transnasional melebarkan sayap ke berbagai negara bukan lagi untuk mengejar “economies of scale” (mengejar keuntungan sebesar-besarnya berdasarkan pertimbangan skala usaha), tetapi memburu “economies of scope” (merebut pangsa pasar seluas-luasnya berdasarkan pertimbangan cakupan area).

          Globalisasi mengubah struktur perekonomian dunia secara fundamental. Interdependensi (kesalingtergantungan) perekonomian antarnegara semakin erat. Keeratan interdependensi ini bukan saja berlangsung antarnegara maju, tetapi juga antara negara berkembang dan negara maju. Interdependensi yangf disulut oleh globalisasi ini jelas akan mempengaruhi Indonesia. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka dan melaksanakan pembangunan dengan mengandalkan ekspor, maka Indonesia suka atau terpaksa pasti akan terkena dampak dari perubahan-perubahan ekonomi dunia yang sangat cepat dan mendasar ini. Kita bukan saja harus pandai bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain, tetapi di lain pihak harus pula dapat mengembangkan daya saing yang memadai menghadapi bangsa-bangsa tersebut. Jadi, globalisasi bukan hanya mengharuskan adanya kerjasama internasional, tetapi juga menuntut kemampuan bersaing setiap bangsa agar tercipta kemitraan yang setara.

          Globalisasi arus barang-uang-orang menyebabkan negara-negara di dunia semakin terjalin dan saling tergantung atau membutuhkan. Pada saat yang sama, supaya tidak tertelan oleh arus globalisasi, tiap-tiap negara perlu memiliki keunggulan kompetitif. Kita pun harus demikian. Sekarang saja sudah terasa beberapa investor asing mulai berpaling ke negara-negara lain yang menawarkan intensif lebih menarik daripada yang ditawarkan oleh Indonesia. Misalnya Cina, menawarkan berbagai kemudahan bagi investasi asing dan pasar domestik negeri itu yang demikian besar. Juga Malaysia dan Thailand yang semakin menarik investor asing, karena di sana segala urusan bisa diselesaikan dengan relatif lebih lancar dan cepat, tidak menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi (high cost economy). Keunggulan kompetitif yang dimiliki negara-negara lain sudah pasti perlu kita imbangi.

          Ironisnya, sementara arus globalisasi kian gencar, negara-negara di berbagai belahan bumi justru mengelompok secara eksklusif berbagai prevensi di antara sesama mereka, sehingga menimbulkan rintangan (barrier) bagi negara-negara lain untuk berniaga dengan mereka. Proteksi dan perang dagang agaknya akan mewarnai “sisi luar” perjalanan pembangunan kita di masa mendatang dalam pembangunan jangka panjang ini, Indonesia bukan saja harus bekerja lebih keras, tetapi juga harus lebih berani dan lebih tegas dalam memilih mitra niaga di dunia internasional. Meskipun untuk keperluan membangun negeri sendiri, sebagai negara kita tidak lagi bisa bergerak sendirian. Dalam percaturan ekonomi internasional di masa-masa mendatang, agaknya tiap-tiap negara tidak cukup hanya memiliki kemandirian nasional, tetapi juga identitas regional.

          Tantangan pembangunan ekonomi yang kita hadapi sekarang bukan lagi sekedar masalah efisiensi produksi dan peningkatan ekspor non migas, melainkan jauh lebih penting lagi adalah pengembangan sumber daya manusia dan kemajuan teknologi. Dalam konteks manajemen pembangunan, perencanaan pembangunan yang sentralistis mau tidak mau harus dikurangi sehingga menjadi lebih desentralistis. Berarti demokratisasi ekonomi perlu dikembangkan. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di masa mendatang haruslah melibatkan lebih banyak lapisan masyarakat dengan otonomi daerah yang lebih berarti. Sedangkan dalam konteks politik ekonomi internasional, dituntut ketangguhan ekonomi nasional agar siap menghadapi kompetisi global.



Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-7

KEBIJAKAN MONETER

          Pada dasarnya, sasaran kebijakan moneter sama dengan sasaran pengelolaan ekonomi makro karena kebijakan moneter merupakan alat untuk mengelola ekonomi makro. Sasaran kebijakan moneter adalah meningkatnya GDP supaya mencapai tingkat potensialnya, terkendalinya laju inflasi, dan rendahnya pengangguran. Untuk lebih jelasnya, mari kita pelajari bersama, apa itu kebijakan moneter.

Apa Itu Kebijakan Moneter ?
          Kebijakan moneter merupakan tindakan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan ekonomi makro (output, harga dan pengangguran) dengan cara mempengaruhi situasi makro melalui pasar uang atau dengan kata lain melalui proses penciptaan uang atau jumlah uang yang beredar.

          Sebelum melihat hubungan antara jumlah uang yang beredar dengan tingkat output, kita bahas dahulu bagaimana pemerintah dalam hal ini bank sentral, bisa menambah jumlah uang beredar (ekspansi) dan menurunkan jumlah uang yang beredar (kontraksi atau pengetatan).

          Pada kesempatan ini, kita juga akan membahas piranti apa saja yang digunakan bank sentral untuk menaikkan dan menurunkan jumlah uang yang beredar tersebut.

Piranti Bank Sentral
          Pada dasarnya, ada beberapa cara yang bisa digunakan bank sentral untuk mengatur jumlah uang yang beredar, di antaranya yaitu : operasi pasar terbuka, penetapan cadangan, pengaturan diskonto, dan persuasi moral.
1. Operasi pasar terbuka
          Bank sentral dapat membeli dari atau menjual kepada pasar atau masyarakat berupa surat berharga, antara lain SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Pembelian surat berharga dari masyarakat menyebabkan jumlah uang yang beredar meningkat (ekspansi). Sebaliknya, penjualan surat berharga menyebabkan penurunan jumlah uang yang beredar (kontraksi/pengetatan).

2. Penetapan cadangan
          Bank sentral juga dapat menetapkan cadangan yang harus dimiliki bank komersial untuk mengatur jumlah uang yang beredar. Bank komersial memiliki dua cadangan, yaitu cadangan tunai dan giro wajib minimum. Cadangan tunai merupakan uang tunai yang disimpan oleh bank. Uang ini digunakan untuk memenuhi kewajiban bank kepada nasabah, antara lain : untuk membayar penarikan tabungan, rekening koran, atau deposito berjangka yang jatuh tempo. Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan cadangan kedua, yang berupa rekening bank komersial di bank sentral. GWM 5% berarti bank komersial wajib menyimpan dana di dalam rekening bank sentral minimal 5% dari dana pihak ketiga yang dikumpulkan bank tersebut.

          Namun yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana cadangan mempengaruhi jumlah uang? Semakin tinggi cadangan, semakin sedikit dana pihak ketiga (seperti deposito) yang dapat disalurkan sebagai pinjaman dan investasi. Dengan demikian, efek penggandaan pun menjadi kecil.

3. Pengaturan diskonto
          Tingkat diskonto merupakan tingkat pemotongan nilai dari pinjaman terhadap nilai nominalnya. Misalnya, tingkat diskonto 5% untuk SBI 1 bulan berarti, SBI dengan nilai nominal tertentu, misalnya Rp 2 milyar, dijual dengan harga Rp 1,9 milyar (dipotong atau didiskon 5%). Pada saat penjualan, bank sentral menerima Rp 1,9 milyar sedangkan pada saat jatuh tempo, yaitu satu bulan kemudian, bank sentral menebus SBI tersebut senilai Rp 2 milyar.

          Tingkat diskonto menjadi isyarat apakah bank sentral ingin melakukan ekspansi uang atau mengetatkan uang beredar. Dengan naiknya tingkat diskonto, jumlah uang beredar menurun. Sebaliknya, jika tingkat diskonto menurun, maka jumlah uang beredar akan meningkat.

4. Persuasi moral
          Cara lain adalah dengan melakukan pendekatan moral dengan meminta para banker untuk mengikuti keinginan bank sentral. Bank sentral meminta kerjasama para banker untuk mengurangi pemberian pinjaman pada saat bank sentral menghendaki pengetatan uang, atau melakukan ekspansi untuk melonggarkan jumlah uang yang beredar. Bank sentral perlu meyakinkan bahwa tindakan yang perlu dilakukan oleh banker merupakan tindakan yag tepat untuk keamanan dan keuntungan bank komersial dan secara umum menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.



Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-6

KEBIJAKAN FISKAL

          GDP sebagai salah satu indikator kinerja ekonomi yang bisa naik-turun. Gejolak GDP berdampak juga pada indikator kinerja ekonomi lainnya, yaitu tingakt pengangguran dan stabilitas harga.

          Oleh karena itu, pemerintah berkepentingan untuk melakukan intervensi, atau membuat kebijakan, supaya kinerja ekonomi berada pada tingkat yang baik. Bila GDP merosot atau mengalami resesi, pemerintah akan mengambil tindakan untuk menaikkan GDP. Sebaliknya, pada saat GDP mencapai tingkat yang sangat tinggi, bahkan cenderung melampaui GDP potensial dan terjadi tekanan inflasi, pemerintah akan mengambil tindakan untuk meredam tekanan tersebut.

          Salah satu kebijakan penting yang berada di dalam otoritas pemerintah adalah kebijakan fiskal. Selain kebijakan fiskal, pemerintah juga dapat mengambil kebijakan lain, yaitu kebijakan moneter. Namun pada kesempatan ini, pembahasan yang akan diberikan hanyalah pada kebijakan fiskal.

Apa Itu Kebijakan Fiskal ?
          Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengaturan kinerja ekonomi melalui mekanisme penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal terwujud dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Dalam dokumen APBN, kita dapat melihat berapa pendapatan pemerintah, darimana saja pendapatan tersebut diperoleh, komposisi pendapatan, penduduk mana atau siapa yang terkena beban tinggi dan beban rendah dari total pendapatan pmerintah, untuk apa saja pendapatan pemerintah digunakan, sektor mana saja yang mendapat alokasi pengeluaran tinggi dan sektor mana saja yang mendapat alokasi pengeluaran rendah, dan sebagainya.

          Susunan APBN Indonesia telah mengalami perubahan, yang tadinya menggunakan dual budgeting menjadi unified budgeting. Dalam dual budgeting, komponen belanja pada dasarnya dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Anggaran rutin berkaitan dengan belanja yang sifatnya tetap dan untuk menjalankan roda pemerintahan secara normal. 

          Termasuk di dalamnya antara lain untuk membayar gaji pegawai. Anggaran pembangunan merupakan komponen anggaran yang ditujukan untuk pembangunan tertentu, misalnya dalam rangka peningkatan kapasitas sarana pelayanan publik. Termasuk di dalamnya adalah untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, penyediaan air, pelabuhan, pasar, dan sebagainya. Secara keseluruhan, belanja pusat dikelompokkan ke dalam 6 kategori.

          Sedangkan dalam unified budgeting, belanja rutin dan belanja pembangunan disatukan. Belanja pusat diubah dari 6 kategori menjadi 8 kategori, dan anggaran pembangunan dipecah-pecah ke dalam 8 kategori tersebut.



Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-5

MENGUKUR OUTPUT (KELUARAN) EKONOMI

          Ada 3 ukuran keberhasilan ekonomi makro, di antaranya yaitu : output (keluaran), unemployment (pengangguran) dan price stability (stabilitas harga). Nah, dari ketiga ukuran tersebut itulah, kita dapat mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan ekonomi makro yang telah diterapkan.

          Dalam kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang bagaimana mengukur output (keluaran) ekonomi makro. Mari kita simak bersama pembahasan mengenai hal ini secara lebih mendalam.

Produk Domestik Bruto (PDB)
          Ukuran output yang paling banyak digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Bruto (GDP). PDB merupakan total nilai (dalam satuan mata uang) dari semua produk akhir, baik berupa barang maupun jasa di suatu negara. Jadi, perlu diperhatikan di sini, pengukuran ditujukan kepada produk akhir, bukan produk antara.

          Kemudian bagaimana menghindari penghitungan ganda karena barang yang sejenis bisa digunakan oleh pemakaian akhir, seperti rumah tangga, tetapi bisa juga digunakan oleh suatu produsen sebagai bahan masukan untuk memproduksi barang lain lagi? Untuk menghindarinya, diterapkanlah prinsip nilai tambah (value added). Prinsipnya, hanya nilai tambah saja yang dihitung ke dalam PDB bagi setiap produsen.

          Pada dasarnya ada 3 cara untuk menghitung PDB, diantaranya yaitu : pendekatan output, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan pendapatan. Selama penghitungan dengan ketiga cara dilakukan secara konsisten, ketiga penghitungan PDB akan menghasilkan PDB yang sama.

A. Pendekatan Output
          Berdasarkan pendekatan output, PDB dihitung berdasarkan hasil produk, baik barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh produsen. Jadi, PDB merupakan total nilai yang dihasilkan petani, produsen sepatu, produsen minyak, produsen mie instan, dan lain sebagainya.

          Bank Indonesia mengelompokkan produsen-produsen barang maupun jasa ke dalam 9 sektor, di antaranya yaitu :
1. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
2. Sektor pertambangan dan penggalian
3. Sektor industri pengolahan
4. Sektor listrik, gas dan air bersih
5. Sektor konstruksi
6. Sektor perdagangan, hotel dan restoran
7. Sektor pengangkutan dan komunikasi
8. Sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan
9. Sektor jasa-jasa

B. Pendekatan Pengeluaran
          Penghitungan PDB berdasarkan pendekatan pengeluaran didasari oleh prinsip sederhana, yaitu : selama semua barang yang dihasilkan di suatu negara dibeli semuanya oleh masyarakat di suatu negara, maka nilai produk sama dengan nilai pengeluarannya. Namun yang menjadi pertanyaan sekarang, siapa saja yang membeli produk yang dihasilkan di suatu negara? Yang membeli produk yang dihasilkan oleh suatu negara ada 4 pihak, di antaranya yaitu :
1. Konsumen akhir
Konsumen akhir adalah pihak yang membeli produk untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya sendiri.
2. Pemerintah
Pemerintah adalah pihak yang membeli suatu produk untuk keperluan konsumsi maupun investasi.
3. Pihak swasta
Pihak swasta adalah pihak yang membeli produk untuk keperluan peningkatan dan operasional perusahaan.
4. Pembeli dari luar negeri
Pembeli dari luar negeri adalah pihak pemerintah maupun pihak swasta di luar negeri yang memberi peluang bagi produsen Indonesia untuk melakukan ekspor.

          Namun perlu kita ingat, bahwa ada sebagian produk yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia berasal dari luar negeri yang diperoleh melalui kegiatan impor. Oleh sebab itu, nilai ekspor yang diperoleh di atas perlu dikurangi dengan besarnya nilai impor yang dilakukan.
Secara sistematis, PDB dengan menggunakan pendekatan pengeluaran dapat ditunjukkan dengan rumus berikut :

Keterangan :
C = konsumsi masyarakat
G = pengeluaran pemerintah baik untuk konsumsi maupun investasi
I = investasi
X = ekspor
M = impor

C. Pendekatan Pendapatan
          Menurut pendekatan ini, produk domestik merupakan penggabungan semua penghasilan yang diperoleh. Pada dasarnya, setiap output diproduksi oleh faktor-faktor produksi, yaitu tenaga kerja, modal, tanah. Dengan demikian, total produk sama dengan total pendapatan bagi setiap faktor produksi.

          PDB berdasakan pendekatan pendapatan dapat dikelompokkan ke dalam komponen-komponen berikut :
- Kompensasi karyawan (buruh) termasuk gaji, tunjangan, dan sebagainya.
- Pendapatan sewa tanah.
- Pendapatan sewa-sewa lainnya.
- Pendapatan bunga bersih.
- Laba perusahaan.
- Pajak produksi.
- Kesalahan statistik.

          Namun dalam data Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, tidak mencantumkan uraian PDB berdasarkan pendekatan pendapatan ini.



Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-4

KETIDAK-EFISIENAN DALAM KEGIATAN EKONOMI

           Kondisi ketidak-efisienan dalam kegiatan ekonomi dapat disebabkan oleh 3 hal pokok, yaitu :
1. Monopoli
          Monopoli adalah kondisi pasar dimana hanya ada satu produsen yang menghasilkan suatu produk dengan banyak konsumen. Bila kita mempelajari ekonomi mikro, akan jelas bahwa monopoli secara umum, tidak sehat karena akan muncul peluang bagi produsen untuk mengeksploitasi kekuasaan terhadap pasar dengan mengatur jumlah unit yang diproduksi dan harga produk.

          Monopoli dianggap bisa diterima, hanya untuk perusahaan yang berada pada kondisi monopoli alamiah. Yang dimaksud monopoli alamiah adalah suatu kondisi dimana suatu perusahaan akan efisien bila skalanya makin besar. Dalam bahasa ekonomi, perusahaan seperti ini mengandalkan skala ekonomi (economies of scale), yaitu semakin besar skala usaha yaitu skala produksi dan penjualan, maka biaya per unit produksi semakin kecil. Ini berlaku untuk beberapa produk umum seperti : listrik, air minum, pelabuhan, dan lain sebagainya. Di luar monopoli alamiah, maka monopoli cenderung merusak ekonomi pasar.

          Untuk menjamin terhindarnya ekonomi dari monopoli selain monopoli alamiah, pemerintah berkepentingan untuk membuat undang-undang atau peraturan anti monopoli. KKPPU di Indonesia berperan untuk menjamin bahwa monopoli dan upaya ke arah monopoli yang menyebabkan ekonomi tidak sehat dapat dihindari. Berbagai regulasi, misalnya pembebasan pengembangan usaha untuk sektor atau industri yang selama ini dimonopoli oleh pihak tertentu, termasuk oleh pihak pemerintah, merupakan salah satu upaya ke arah penghilangan atau minimalisasi monopoli.


2. Eksternalitas
          Eksternalitas merupakan aktivitas yang dapat menimbulkan dampak eksternal, atau dampak sosial, baik dampak yang bersifat baik (manfaat/benefit) atau bersifat buruk (biaya/cost).

          Untuk memastikan terhindarnya eksternalitas, khususnya biaya sosial, pemerintah harus turun tangan dengan menetapkan berbagai perundang-undangan, misalnya yang berkaitan dengan polusi (pencemaran lingkungan), fasilitas kesehatan masyarakat dan sebagainya.



3. Barang Publik dan Semi Publik
          Produk berupa barang dapat dikategorikan ke dalam 3 jenis barang, yaitu : barang privat (private goods), barang publik (public goods) dan barang semi publik (semi public goods).

a. Barang privat merupakan barang yang diproduksi untuk dikonsumsi dengan membayar secara penuh oleh konsumen. Contohnya : sepatu, baju, mobil, motor, sepeda, dan sebagainya.

b. Barang publik merupakan barang yang dapat dikonsumsi atau dinikmati tanpa harus membayar. Contohnya : udara yang kita hirup, jalan umum, dan sebagainya.

c. Barang semi publik merupakan barang yang dapat dikonsumsi tetapi konsumen harus membayar sebagian dari beban biaya. Contohnya : bahan bakar bersubsidi (premium) dan sebagainya. 



Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-3

MASALAH EKONOMI

          Bidang ekonomi tidak lepas dari beberapa masalah, sama seperti bidang-bidang lainnya. Ada 3 masalah pokok yang menjadi kajian dalam ilmu ekonomi. Ketiga masalah tersebut meliputi masalah produksi, masalah distribusi dan masalah konsumsi. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak penjelasan mengenai ketiga masalah pokok dalam kajian ilmu ekonomi yang telah disebutkan tadi.

1. Masalah Produksi
          Produksi merupakan kegiatan untuk meningkatkan manfaat suatu barang. Untuk meningkatkan manfaat tersebut, diperlukan bahan-bahan yang disebut faktor produksi. Sesuai dengan asumsi bahwa sumber-sumber ekonomi (faktor produksi) bersifat jarang maka faktor-faktor produksi harus dikombinasikan secara baik atau secara efisien sehingga dicapai kombinasi faktor dengan biaya yang paling rendah (least cost combination). Secara konvensional, faktor produksi digolongkan menjadi faktor tenaga kerja (L) dan faktor produksi modal (K). Masalah produksi menyangkut 3 pertanyaan pokok, yaitu :

a. What
          Maksudnya adalah barang apa yang akan diproduksi. Barang yang akan diproduksi adalah barang-barang dibutuhkan oleh masyarakat (konsumen). Jadi, barang yang ada permintaannya atau dengan kata lain memiliki nilai permintaan.

b. How
          Maksudnya adalah bagaimana atau dengan cara maupun dengan apa barang diproduksi, apakah dengan menggunakan teknologi sederhana, teknologi madya atau teknologi tinggi (modern). Hal ini ditentukan oleh persaingan yang ada di pasar.

c. For Whom
          Maksudnya adalah untuk siapa barang itu diproduksi. Hal ini tergantung pada distribusi pendapatan masyarakat. Dilihat dari tingginya pendapatan maka pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi : golongan pendapatan tinggi, golongan pendapatan menengah, dan golongan pendapatan rendah. Barang-barang mewah yang diproduksi hanya diperuntukkan bagi mereka yang berpendapatan tinggi, barang-barang yang semi mewah adalah untuk golongan pendapatan menengah, dan bagi mereka yang termasuk kelompok golongan berpendapatan rendah akan meminta produk-produk dengan harga rendah (tidak mewah).


2. Masalah Distribusi
          Masalah distribusi barang atau jasa yang diproduksi oleh produsen berkaitan dengan pertanyaan untuk siapa barang-barang itu diproduksi (for whom). Hal ini sangat berkaitan dengan distribusi pendapatan. Pendapatan yang diterima masyarakat akan menciptakan daya beli yang akan meminta barang-barang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh produsen sudah termasuk produk yang dibutuhkan oleh masyarakat (konsumen).

          Masalah distribusi bukan hanya masalah yang berkaitan dengan bagaimana barang atau jasa sampai kepada konsumen, tetapi juga distribusi pendapatan. Pasar merupakan infrastruktur yang diperlukan dalam kegiatan distribusi barang dan jasa. Pada mulanya, orang berpikir bahwa pasar sebagai tempat bertemunya permintaan dan penawaran yang dibatasi bangunan fisik dan geografis. Namun pasar dalam masyarakat modern tidak lagi dibatasi oleh kedua hal tersebut. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan transaksi antara penjual dan pembeli dapat berjalan melalui telepon, internet dan sebagainya.


3. Masalah Konsumsi
          Konsumsi adalah kegiatan menggunakan atau memanfaatkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Produk yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup ini tergantung dari pendapatan yang diperoleh. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pendapatan dapat dikelompokkan menjadi tinggi, menengah dan rendah. Pengelompokan ini bersifat sangat relatif, karena tergantung besarnya pendapatan nasional per kapita.

          Barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh para produsen bukan hanya digolongkan menjadi barang mewah dan barang tidak mewah (inferior), tetapi dapat juga dibedakan menjadi barang-barang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan barang-barang yang bukan tergolong untuk memenuhi kebutuhan pokok, antara lain : pangan , sandang, perumahan, kesehatan, dan sebagainya. Ini juga relatif, tergantung pada tingkat perkembangan masyarakat (konsumen).



Senin, 09 Mei 2011

Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-2

JENIS SISTEM EKONOMI

          Keputusan dan transaksi faktor produksi dan produk sangat bergantung pada jenis sistem ekonomi yang diadopsi suatu negara. Pada dasarnya, sistem ekonomi sangatlah bervariasi. Secara ekstrim, sistem ekonomi dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi terpimpin.

          Dalam sistem ekonomi pasar, di satu sisi spektrum, keputusan untuk menetapkan produk yang dibuat, berapa banyak dan bagaimana mendistribusikan ditetapkan oleh pasar itu sendiri. Jadi, mekanisme pasar, penawaran dan permintaan terhadap setiap hal yang diperdagangkan tergantung pada kebutuhan masing-masing pihak yang melakukan transaksi. Sistem ini cenderung diterapkan oleh banyak negara dengan menerapkan sistem ekonomi pasar bebas.

          Sedangkan di ujung spektrum yang lain, sistem ekonomi terpimpin atau terpusat menetapkan bahwa segala sesuatu yang diproduksi, baik jumlah maupun kualitasnya dan distribusinya diatur oleh pemerintah pusat. Para pelaku pasar hanya merupakan pihak-pihak yang melaksanakan keputusan tersebut. Sistem ini cenderung diterapkan oleh negara-negara komunis dan sosialis.

          Namun demikian, kebanyakan negara menerapkan sistem ekonomi campuran antara sistem ekonomi pasar dengan sistem ekonomi terpimpin (terpusat). Bahkan tidak ada satu negara pun yang menerapkan salah satu dari kedua sistem ekonomi tersebut secara murni. Amerika Serikat misalnya, negara yang menerapkan sistem ekonomi pasar, tetap saja menerapkan beberapa prinsip terpusat dengan menerapkan pengaturan dalam beberapa hal, misalnya dengan munculnya undang-undang antimonopoli. Begitu pula dengan negara Prancis yang sosialis dan Inggris yang cenderung sosialis bila Partai Buruh yang berkuasa, juga menerapkan konsep ekonomi pasar dan persaingan pasar untuk mendorong efisiensi produksi, alokasi produksi, dan alokasi distribusi arah yang lebih baik. 


Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-1

APA ITU EKONOMI ?

          Secara sederhana, ekonomi adalah sebuah ilmu yang mempelajari cara menggunakan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa begitu banyak keinginan manusia yang terus berkembang dan bertambah seiring dengan perkembangan zaman. Orang yang tadinya berjalan kaki ingin naik kendaraan umum, orang yang tadinya naik kendaraan umum ingin mempunyai sepeda, orang yang tadinya memiliki sepeda ingin mempunyai motor, orang yang tadinya mempunyai motor ingin mempunyai mobil, orang yang tadinya memiliki mobil ingin mempunyai helikopter dan seterusnya. Manusia selalu mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas.

          Hal inilah yang mendorong para pembisnis untuk membuat produk berupa barang maupun jasa untuk memenuhi setiap kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah sampai berapa banyak produk tersebut dibuat ? Tentunya seorang produsen harus menghitung dan menentukan seberapa banyak jumlah produk yang harus dibuat untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Mengapa demikian ? Salah satu alasannya adalah untuk memastikan bahwa produk yang dibuat tersebut akan laku terjual. Selain itu, untuk memastikan bahwa lebih baik menggunakan sumber daya yang kita miliki untuk keperluan yang lain daripada membuat produk yang kurang diminati konsumen.

          Selain untuk mempelajari cara menggunakan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas, dari ilmu ekonomi kita juga dapat mempelajari bagaimana melakukan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang ada sesuai dengan kebutuhan kita. Supaya tidak terjadi pemborosan penggunaan sumber daya yang kian meningkat. Untuk itulah, ilmu ekonomi diperkenalkan kepada masyarakat.


Selasa, 03 Mei 2011

Tugas Perekonomian Indonesia Ke-7 (Minggu ke-13)

Nama : Nurlita
NPM : 25210182
Kelas : 1EB18


DATA UTANG LUAR NEGERI INDONESIA
SAAT INI

          Data mengenai utang luar negeri yang saya tampilkan ini merupakan data yang saya dapat dari Laporan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Vol : II Maret 2011 yang merupakan media publikasi bersama antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan, yang menyajikan data utang luar negeri Pemerintah Pusat, Bank Indonesia dan sektor swasta. Namun, utang luar negeri dimaksud tidak mencakup contingent liability. Penyusunan Statistik Utang Luar Negeri dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan adanya informasi utang luar negeri nasional yang komprehensif, dapat dan mudah dibandingkan (comparable) serta terpercaya (realiable).Kebutuhan dimaksud juga didorong oleh faktor potensi risiko utang luar negeri yang dapat menjadi salah satu pemicu kerentanan (vulnerability) perekonomian Indonesia yang pada gilirannya dapat menciptakan biaya tersendiri bagi perekonomian. Oleh sebab itu, penyajian Statistik Utang Luar Negeri Indonesia ini sangat relevan sebagai bahan monitoring dan pengendalian terutama bagi pelaku pasar dan penyusun kebijakan.

          Dalam publikasi ini, utang luar negeri didefinisikan sebagai utang penduduk (resident) yang berdomisili di suatu wilayah teritori ekonomi kepada bukan penduduk (non resident). Konsep dan terminologi utang luar negeri mengacu pada IMF’s External Debt Statistics: Guide for compilers and Users (2003), beberapa ketentuan pemerintah Republik Indonesia dan Peraturan Bank Indonesia.

          Materi publikasi ini mencakup data tentang komitmen, posisi, flows (penarikan dan pembayaran), dan indikator kerentanan (vulnerability). Posisi utang luar negeri Indonesia disajikan menurut kelompok peminjam (Pemerintah, Bank Indonesia dan Swasta), sektor ekonomi, jenis mata uang, jenis kreditor, jenis instrumen serta jangka waktu, baik asal maupun sisa waktu. Dengan demikian, Statistik Utang Luar Negeri ini dapat digunakan untuk mengukur perkembangan berbagai sektor ekonomi dalam kaitannya dengan penyerapan utang luar negeri, mengukur risiko utang jangka pendek dan mengantisipasi kebutuhan valas untuk pembayaran utang.

          Dari 2005 sampai dengan 2010, posisi utang luar negeri Indonesia secara nominal meningkat sebesar USD65,5 miliar (48,7%). Peningkatan terjadi baik pada utang luar negeri pemerintah maupun swasta. Namun demikian, pada periode yang sama peningkatan utang luar negeri tersebut diikuti peningkatan PDB yang relatif lebih besar yaitu sebesar USD424,0 miliar (146,5%).

          Secara umum beberapa indikator beban utang luar negeri Indonesia telah memperlihatkan perbaikan signifikan. Rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB terus menurun. Pada 1998 tercatat sebesar 150%, kemudian menurun menjadi 54,9% pada 2004 dan menjadi 28,0% pada 2010. Rasio utang terhadap ekspor juga mengalami penurunan secara signifikan dari 179,7% pada 2004 menjadi 108,5% pada 2010. Pada periode yang sama, debt service ratio Indonesia terlihat berfluktuasi. Pada 2006 debt service ratio mencatat angka tertinggi 25,0%, kemudian terus menurun menjadi 21,5% pada 2010.

          Sementara itu, per 31 Desember 2010, rasio total utang pemerintah (dalam dan luar negeri) terhadap PDB menurun tajam menjadi 26%, dari sebesar 47% pada 2005, dan sebesar 89% pada 2000. Nilai rasio utang pemerintah terhadap PDB yang moderat merupakan cerminan dari kebijakan fiskal yang efisien dan berhati-hati.





          Utang luar negeri Indonesia yang disajikan dalam publikasi ini adalah utang luar negeri pemerintah, bank sentral dan swasta.

          Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing, dan Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan di luar negeri dan dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN terdiri dari Obligasi Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri dari SBSN jangka panjang (Ijarah Fixed Rate / IFR) dan Global Sukuk.

          Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia, yang diperuntukkan dalam rangka mendukung neraca pembayaran dan cadangan devisa. Selain itu juga terdapat utang kepada pihak bukan penduduk yang telah menempatkan dananya pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan utang dalam bentuk kas dan simpanan serta kewajiban lainnya kepada bukan penduduk.

          Utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri penduduk kepada bukan penduduk dalam valuta asing dan atau rupiah berdasarkan perjanjian utang (loan agreement) atau perjanjian lainnya, kas dan simpanan milik bukan penduduk, dan kewajiban lainnya kepada bukan penduduk. Utang luar negeri swasta meliputi utang bank dan bukan bank. Utang luar negeri bukan bank terdiri dari utang luar negeri Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan perusahaan bukan lembaga keuangan termasuk perorangan kepada pihak bukan penduduk. Termasuk dalam komponen utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri yang berasal dari penerbitan surat berharga di dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk.

Sumber Data
          Data utang luar negeri pemerintah pusat dan bank sentral diperoleh dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Data utang luar negeri swasta diperoleh dari Bank Indonesia. Sumber data utang luar negeri swasta tersebut diperoleh dari pelaporan utang luar negeri pihak swasta sebagaimana diatur pada Peraturan Bank Indonesia No.2/22/PBI/2000 tanggal 2 Oktober 2000.

          Khusus untuk data utang luar negeri swasta dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan di dalam negeri dan dimiliki oleh bukanpenduduk diperoleh dari laporan bank kustodian.

Utang Luar Negeri Indonesia
Tabel I.1
Penggunaan istilah “Non-bank Financial Corporation” mengacu pada buku External Debt Statistics, Guide For Compilers and Users, IMF. Pada beberapa publikasi, juga digunakan istilah “Non-bank Financial Institutions (NBFIs)”.


Tabel I.2
Sektor ekonomi lainnya antara lain terdiri dari:
- Utang luar negeri pemerintah yang direstrukturisasi melalui Paris Club dan Moratorium. Hasil restrukturisasi tersebut merupakan penggabungan beberapa loan dari berbagai sektor ekonomi.
- Utang luar negeri swasta yang berbentuk surat berharga domestik yang dimiliki oleh bukan penduduk.


Tabel I.3
Utang luar negeri dalam mata uang Rupiah (IDR) mencakup surat berharga domestik yang dimiliki oleh bukan penduduk. SDR adalah instrumen yang dikembangkan oleh IMF pada tahun 1969, yang merupakan aset cadangan devisa yang dapat digunakan untuk memperkuat cadangan devisa suatu negara. SDR juga berfungsi sebagai unit rekening IMF dan beberapa organisasi internasional lainnya. Nilai SDR dihitung berdasarkan komposit mata uang internasional utama (Euro, Pound Inggris, Yen Jepang dan dolar Amerika Serikat) berdasarkan rasio tertentu.


Tabel I.4
Utang luar negeri IMF telah dilunasi pada Oktober 2006.




Tabel I.5

Tabel I.6


Tabel I.7

Tabel I.8

Tabel I.9
Rencana pembayaran disusun berdasarkan data posisi akhir Maret 2010.

Tabel I.10
 
Sumber :
http://www.dmo.or.id/dmodata/5Statistik/9BukuStatistik_ULN/Statistik_Utang_Luar_Negeri_Indonesia_Maret_2011.pdf