Nama : Nurlita
NPM : 25210182
Kelas : 1EB18
DATA STATISTIK PDB TAHUN-TAHUN MUTAKHIR
BERDASARKAN SEKTOR PERTANIAN
Penghitungan PDB sektor pertanian dilakukan melalui pendekatan produksi yaitu menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi di sektor pertanian dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing nilai produksi bruto setiap sub sektor.
Nilai PDB sektor pertanian mencakup sub sektor tanaman bahan makanan (tanaman pangan dan hortikultura), tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan, dan perikanan. Oleh karena itu analisis yang disajikan dalam buletin ini secara rinci akan ditampilkan perkembangan kinerja masing-masing sub sektor.
Ruang lingkup dan definisi masing-masing sub sektor dalam sektor pertanian adalah sebagai berikut :
a. Sub sektor tanaman bahan makanan mencakup komoditi bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian, kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya, sayur-sayuran, buah-buahan, padi-padian, serta bahan makanan lainnya.
b. Sub sektor perkebunan mencakup semua jenis kegiatan tanaman perkebunan yang diusahakan baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan. Komoditi yang dicakup meliputi antara lain cengkeh, jahe, jambu mete, jarak, kakao, karet, kapas, kapok, kayu manis, kelapa, kelapa sawit, kemiri, kina, kopi, lada, pala, panili, serat karung, tebu, tembakau, teh serta tanaman perkebunan lainnya.
c. Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mencakup semua kegiatan pembibitan dan pembudidayaan segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasilnya, baik oleh rakyat maupun oleh perusahaan peternakan. Jenis ternak yang dicakup meliputi sapi, kerbau, kambing, babi, kuda, ayam, itik, telur ayam, telur itik, susu sapi serta hewan peliharaan lainnya.
d. Sub sektor kehutanan mencakup kegiatan penebangan segala jenis kayu serta pengambilan daun-daunan, getah-getahan, akar-akaran, termasuk juga kegiatan perburuan. Komoditi yang dicakup meliputi, kayu gelondongan (baik yang berasal dari rimba maupun hutan budidaya), kayu bakar, rotan, arang, bambu, terpentin, gondorukem, kopal, menjangan, babi hutan serta hasil hutan lainnya.
e. Sub sektor perikanan mencakup semua kegiatan penangkapan, pembenihan dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar maupun di air asin. Komoditi hasil perikanan antara lain seperti ikan tuna dan jenis ikan laut lainnya; ikan mas dan jenis ikan darat lainnya; ikan bandeng dan jenis ikan payau lainnya; udang dan binatang berkulit keras lainnya; cumi-cumi dan binatang lunak lainnya; rumput laut serta tumbuhan laut lainnya.
PDB Menurut Lapangan Usaha/Sektor
Penghitungan PDB ditinjau dari sudut lapangan usaha/ sektoral menunjukkan besarnya kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah sebagai akibat dari adanya proses produksi. Nilai tambah yang terbentuk dari setiap sektor ekonomi tersebut menggambarkan struktur perekonomian suatu negara.
Struktur perekonomian Indonesia terdiri dari 9 lapangan usaha/sektor, yaitu (1) sektor pertanian, dan sektor non pertanian yang terdiri atas (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas dan air bersih, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta (9) sektor jasa-jasa.
Sektor pertanian di sini mencakup segala pengusahaan yang didapatkan dari alam dan merupakan benda/barang biologis (hidup), dimana hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri atau untuk dijual kepada pihak lain. Pengusahaan ini tidak termasuk kegiatan yang bertujuan untuk hobi.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2003 yang diukur dari nilai PDB naik dibandingkan tahun 2002 baik berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan 1993. PDB atas dasar harga berlaku naik dari Rp. 1.610,56 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 1.786,69 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 1993 naik dari Rp. 426,94 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 444,45 triliun.
Dengan demikian kinerja perekonomian Indonesia tumbuh positif 4,10 persen. Peningkatan ini didukung seluruh lapangan usaha baik sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Di sektor pertanian, peningkatan PDB sebenarnya telah diprediksi sebelumnya mengingat adanya kecenderungan peningkatan PDB dalam lima tahun terakhir. Dengan pertumbuhan positif 2,48 persen, kinerja sektor pertanian berhasil mencapai nilai riil sebesar Rp. 70,37 triliun. Sedangkan secara nominal PDB sektor pertanian tahun 2003 sebesar Rp. 296,24 triliun (Gambar 1).
Peningkatan PDB sektor pertanian tahun 2003 diperoleh karena meningkatnya
kinerja perekonomian sebagian besar sub sektor pendukungnya.
Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Tahun 2003
PDB Indonesia pada tahun 2003 naik dibandingkan tahun 2002 secara nominal maupun secara riil. PDB atas dasar harga berlaku naik dari Rp. 1.610,56 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 1.786,69 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 1993 naik dari Rp. 426,94 triliun (tahun 2002) menjadi Rp. 444,45 triliun atau tumbuh positif 4,10 persen. Pertumbuhan ini disebabkan naiknya kinerja seluruh sektor perekonomian.
Sektor pertanian mencatat pertumbuhan 2,48 persen, lebih kecil daripada pertumbuhan
sektor non pertanian. PDB sektor pertanian tahun 2003 secara nominal berdasarkan harga berlaku mencapai Rp. 296,24 triliun yang terdiri atas sub sektor tanaman bahan makanan senilai Rp. 146,35 triliun, sub sektor perkebunan Rp. 47,05 triliun, sub sektor peternakan Rp. 39,04 triliun, sub sektor kehutanan Rp. 19,00 triliun, dan sub sektor perikanan Rp. 44,79 triliun (Tabel 1). Dengan demikian sub sektor tanaman bahan makanan tetap memberikan andil terbesar terhadap PDB sektor pertanian, yaitu sebesar 49,40 persen. Kontribusi ini sebenarnya menurun dibandingkan tahun 2002 (51,37 persen) yang mengindikasikan adanya penyebaran kontribusi dan peningkatan PDB pada sub sektor-sub sektor lainnya.
Komoditas yang berperan penting dalam pembentukan PDB tanaman bahan makanan adalah padi dengan kontribusi terhadap PDB sub sektor tanaman bahan makanan sekitar 42,74 persen. Sementara itu secara riil PDB sektor pertanian tahun 2003 berdasarkan harga konstan 1993 mencapai Rp. 70,37 triliun atau naik 2,48 persen dibandingkan tahun 2002 (sebesar Rp. 68,67 triliun). Kenaikan terjadi pada hampir seluruh sub sektor pendukung kecuali sub sektor kehutanan yang turun 0,35 persen. Kenaikan tertinggi dicapai oleh sub sektor perkebunan sebesar 5,16 persen, diikuti perikanan (3,95 persen), peternakan (3,47 persen), dan tanaman bahan makanan (1,55 persen) (lihat Tabel 2).
Dalam jangka pendek fluktuasi perekonomian Indonesia tercermin dari PDB dengan periode triwulanan. Pada triwulan IV tahun 2003 PDB Indonesia secara nominal berdasarkan harga berlaku mencapai Rp. 451,53 triliun, turun dibandingkan triwulan III tahun 2003 yang mencapai Rp. 454,17 triliun.
Secara riil berdasarkan harga konstan 1993 PDB Indonesia pada triwulan IV 2003 mencapai Rp. 110,72 triliun atau turun 2,78 persen dibandingkan triwulan sebelumnya yang terutama disebabkan oleh adanya faktor musiman pada sektor pertanian.
PDB sektor pertanian yang pada triwulan III tahun 2003 berhasil mencapai nilai Rp. 78,15 triliun (harga berlaku) maka pada triwulan IV tahun 2003 hanya mencapai Rp. 64,51 triliun. Sementara menurut perhitungan harga konstan 1993, kinerja sektor pertanian triwulan IV tahun 2003 juga turun dari Rp. 19,37 triliun (triwulan III tahun 2003) menjadi Rp. 15,05 triliun atau turun 22,29 persen.
Penurunan yang cukup besar tersebut merupakan refleksi dari faktor musiman di sub sektor tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan. Sub sektor tanaman bahan makanan mencapai PDB nominal triwulan IV 2003 sebesar Rp. 24,63 triliun, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp. 37,55 triliun. Berdasarkan nilai riil sub sektor tanaman bahan makanan turun dari Rp. 9,24 triliun pada triwulan III 2003 menjadi Rp. 6,17 triliun atau turun 33,24 persen.
Pada triwulan IV 2003 PDB nominal sub sektor perkebunan mencapai Rp. 12,36 triliun, turun dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp. 14,76 triliun. Sedangkan secara riil PDB sub sektor perkebunan adalah sebesar Rp. 3,05 triliun, turun 29,17 persen terhadap triwulan III 2003.
Berbeda dengan dua sub sektor terdahulu, sektor peternakan dan hasil-hasilnya berhasil naik tipis 0,45 persen demikian pula dengan sub sektor perikanan (naik 2,73 persen), tetapi sub sektor kehutanan turun 3,45 persen.
Dengan mengabaikan faktor musiman pada sektor pertanian maka kita dapat membandingkan PDB pada triwulan IV tahun 2003 dengan triwulan yang sama tahun 2002. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan bahwa PDB Indonesia pada periode triwulan IV tahun 2003 tumbuh positif 4,35 persen tetapi PDB pertanian justur turun 0,17 persen dibandingkan triwulan IV 2002 karena adanya penurunan pada kinerja sub sektor tanaman bahan makanan dan kehutanan.
PERBANDINGAN PERAN SEKTOR PERTANIAN
DENGAN SEKTOR LAINNYA
DENGAN SEKTOR LAINNYA
Peranan (Kontribusi) PDB Sektor Pertanian Terhadap PDB Nasional
PDB sektor pertanian pada tahun 2003 memberikan kontribusi terhadap PDB nasional sebesar 16,58 persen, merupakan peringkat kedua setelah sektor industry pengolahan. Dukungan diberikan oleh sub sektor tanaman bahan makanan dengan kontribusi sebesar 8,19 persen, peringkat kedua diduduki oleh sub sektor perkebunan sebesar 2,63 persen, sub sektor perikanan menduduki peringkat ketiga dengan kontribusi mencapai 2,51 persen, sedangkan peringkat keempat dan kelima diduduki oleh sub sektor peternakan dan kehutanan masing-masing sebesar 2,19 persen dan 1,06 persen.
Pada periode triwulanan, kontribusi sektor pertanian terhadap total PDB nasional selama triwulan IV tahun 2003 mencapai 14,29 persen, berada pada peringkat ketiga setelah sektor non pertanian yaitu sektor industri pengolahan (24,42 persen ) dan sektor perdagangan - hotel-restoran (16,53 persen).
Pada triwulan-triwulan sebelumnya sektor pertanian berhasil menduduki peringkat kedua di bawah sektor industri pengolahan. Pergeseran peringkat tersebut patut menjadi perhatian karena hal ini juga menunjukkan semakin berkurangnya pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian dibandingkan sektor non pertanian.
Kontribusi sektor pertanian sebesar 14,29 persen terhadap PDB nasional tersebut didukung oleh kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan sebesar 5,46 persen, sub sektor perikanan sebesar 2,76 persen, sub sektor perkebunan 2,74 persen, sub sektor peternakan 2,24 persen, diikuti sub sektor kehutanan dengan kontribusi sebesar 1,09 persen (Tabel 3).
Peranan (Kontribusi) PDB Sub Sektor Pertanian terhadap PDB Sektor Pertanian
Kontribusi terbesar bagi PDB sektor pertanian masih didominasi oleh sub sektor tanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi sebesar 49,40 persen selama tahun 2003. Peringkat kedua adalah sub sektor perkebunan sebesar 15,88 persen, diikuti sub sektor perikanan sebesar 15,12 persen, sub sektor peternakan 13,18 persen, dan sub sektor kehutanan 6,41 persen.
Pada periode triwulanan sub sektor tanaman bahan makanan juga merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan PDB pertanian. Kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan selama triwulan IV tahun 2003 sebesar 38,18 persen. Namun demikian persentase tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan III tahun 2003 yang mencapai 48,05 persen maupun jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Peringkat kedua diduduki oleh sub sektor perkebunan yang memberikan kontribusi terhadap PDB sektor pertanian pada triwulan IV tahun 2003 sebesar 19,15 persen, meningkat jika dibandingkan triwulan III tahun 2003 yang hanya mencapai 18,89 persen.
Sub sektor perikanan mengalami peningkatan kontribusi dari 14,61 persen pada triwulan III tahun 2003 menjadi 19,34 persen pada triwulan IV tahun 2003. Sedangkan sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mengalami peningkatan kontribusi dari 12,23 persen (triwulan III tahun 2003) menjadi 15,70 persen (triwulan IV tahun 2003). Hal yang sama juga terjadi pada sub sektor kehutanan dengan kontribusi sebesar 6,21 persen pada triwulan III tahun 2003 menjadi 7,63 persen pada triwulan IV tahun 2003 (Gambar 2).
Jika diamati sebenarnya kontribusi PDB tiap-tiap sub sektor pertanian pada periode triwulanan mempunyai pola yang hampir sama dari tahun ke tahun. Sub sektor tanaman bahan makanan mempunyai pola kontribusi PDB yang cenderung menurun dari triwulan I sampai dengan triwulan IV. Dari perilaku tersebut diketahui bahwa kontribusi terbesar sub sektor tanaman bahan makanan terjadi pada triwulan I sebagai dampak positif dari puncak panen padi di musim hujan (Gambar 3a).
Pada sub sektor perkebunan, perbandingan kontribusi PDB antar triwulan lebih bervariasi. Sub sektor perkebunan menempati peringkat kedua atau ketiga bergantian dengan sub sektor perikanan. Kontribusi terbesar umumnya terjadi pada triwulan III dan IV (Gambar 3b) yang disebabkan oleh adanya kecenderungan panen pada semester kedua dari komoditas tahunan utama sub sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. Kontribusi PDB perkebunan terhadap total PDB pertanian pada triwulan I tercatat merupakan kontribusi yang terendah.
Pada sub sektor peternakan, pola kontribusi PDB menunjukkan kenaikan pada triwulan II dan triwulan IV dan pada triwulan IV kontribusi sub sektor peternakan mencapai persentase tertinggi. Kontribusi pada triwulan I dan III cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (Gambar 3c). Hal ini lebih disebabkan oleh adanya peningkatan produksi menjelang hari-hari besar keagamaan yang jatuh hampir bersamaan pada akhir tahun1999-2003.
Kontribusi PDB sub sektor kehutanan cenderung meningkat dari triwulan I sampai dengan triwulan IV setiap tahunnya. Kontribusi tertinggi dicapai pada triwulan IV dan selanjutnya turun kembali pada triwulan I(Gambar 3d). Sub sektor kehutanan memberikan kontribusi terhadap PDB pertanian yang paling rendah dibandingkan sub sektor pendukung lainnya.
Pola yang hampir serupa dengan sub sektor kehutanan juga terjadi pada sub sektor perikanan yaitu cenderung naik pada triwulan II sampai dengan triwulan IV kemudian turun pada triwulan I. Kontribusi perikanan terhadap PDB pertanian mencapai lebih dari 12 persen dan menempati peringkat kedua atau ketiga setelah sub sektor tanaman bahan makanan dan perkebunan (Gambar 3e).
Tingkat Perubahan HargaProdusen
Perubahan PDB secara nominal antara lain dapat disebabkan oleh perubahan harga yang terjadi dalam periode tersebut. Untuk menggambarkan fluktuasi harga selama periode tertentu dapat digunakan perubahan indeks harga implisit atau indeks implisit. Perubahan harga yang terjadi akan mempengaruhi daya beli konsumen karena mengakibatkan ketidakseimbangan antara pengeluaran dengan pendapatan.
Indeks implisit diperoleh dari perbandingan antara PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan untuk menggambarkan perubahan harga barang dan jasa di tingkat produsen. Pertumbuhan indeks implisit terhadap periode sebelumnya merupakan inflasi atau deflasi harga produsen setiap sektor/sub sektor pada periode yang bersangkutan.
Indeks implisit tahunan semua sektor perekonomian pada tahun 2003 mencapai lebih dari 300,00 kecuali sektor pengangkutan - komunikasi sebesar 298,14. Hal ini berarti telah terjadi kenaikan harga yang cukup besar dibandingkan tahun dasar 1993. Inflasi tertinggi terjadi di sektor listrik, gas, dan air bersih (21,78 persen ) serta sektor jasa-jasa (16,22 persen).
Sektor pertanian sendiri mempunyai indeks implisit tahun 2003 sebesar 420,95. Jika dibandingkan tahun 2002 dengan indeks implisit 400,86 , maka sektor pertanian mengalami inflasi sebesar 5,01 persen. Kenaikan harga terjadi pada semua sub sektor pendukungnya. Sub sektor tanaman bahan makanan dengan indeks implisit 417,31 mengalami inflasi 1,91 persen, merupakan inflasi terendah di antara sub sektor pertanian lainnya. Sub sektor perkebunan juga mengalami inflasi 6,50 persen berdasarkan indeks implisit tahun 2003 yang mencapai 378,90.
Indeks implisit tertinggi dicapai oleh sub sektor peternakan sebesar 504,09 dengan laju inflasi 7,43 persen. Sebaliknya sub sektor kehutanan mempunyai indeks implisit terendah di sektor pertanian yaitu 285,36 dengan laju inflasi tertinggi sebesar 12,48 persen.
Pada periode triwulanan hampir semua sektor mengalami inflasi pada triwulan I dan triwulan IV tahun 2003, sedangkan deflasi terjadi pada triwulan II dan triwulan III 2003. Semua sektor perekonomian mempunyai indeks implisit di atas 300,00 kecuali sektor pengangkutan dan komunikasi, tetapi pada triwulan IV tahun 2003 sektor tersebut menembus level 303,00 dengan laju inflasi 1,91 persen. Laju inflasi yang cukup tinggi untuk triwulan IV 2003 terjadi di sektor pertanian (6,23 persen) serta sektor pertambangan dan penggalian (5,93 persen), sedangkan penurunan harga atau deflasi hanya terjadi di sektor industri pengolahan (0,24 persen).
Sepanjang tahun 2003 laju inflasi sektor pertanian tertinggi terjadi pada triwulan I yang mencapai 6,71 persen dengan indeks implisit 439,37. Inflasi juga terjadi di semua sub sektor pertanian. Pada triwulan II dan triwulan III 2003 harga barang dan jasa di sektor pertanian turun yang mengakibatkan deflasi masing-masing sebesar 5,60 persen dan 2,72 persen. Pada triwulan IV 2003 sektor pertanian mencapai indeks implisit 428,63 dengan laju inflasi terhadap triwulan sebelumnya sebesar 6,23 persen. Namun demikian inflasi tidak terjadi di semua sub sektor pertanian karena sub sektor tanaman bahan makanan justru mengalami deflasi.
Sub sektor tanaman bahan makanan yang merupakan contributor terbesar untuk sektor pertanian mengalami inflasi hanya pada triwulan I 2003 sebesar 6,71 persen dengan indeks implisit 444,50.
Menginjak triwulan II 2003 terjadi penurunan harga barang dan jasa untuk kegiatan usaha tani yang cukup besar sehingga mengakibatkan indeks implisit turun menjadi 410,04 atau deflasi 7,75 persen terhadap triwulan sebelumnya. Deflasi tersebut masih berlanjut pada triwulan II dan triwulan IV 2003 masing-masing sebesar 0,92 persen dan 1,75 persen (Gambar 4).
Sub sektor perkebunan mencapai inflasi tertinggi pada triwulan I 2003 (9,42 persen) dan triwulan IV 2003 (18,16 persen). Indeks implisit pada kedua triwulan tersebut masing-masing sebesar 408,10 dan 405,51. Pada triwulan II dan triwulan III 2003 penurunan harga menyebabkan indeks implisit turun menjadi 382,42 dan 343,19 atau deflasi dibandingkan triwulan sebelumnya masing-masing sebesar 6,29 persen dan 10,26 persen.
Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mengalami inflasi pada triwulan I, II, dan triwulan IV 2003. Harga barang dan jasa pada sub sektor ini cukup stabil dengan indeks implisit tercatat sebesar 496,64 (triwulan I), 499,74 (triwulan II) dan 523,57 (triwulan IV).
Penurunan harga hanya terjadi pada triwulan III tahun 2003 sebesar 0,66 persen dengan indeks implisit 496,47. Sub sektor kehutanan mempunyai indeks implisit paling rendah dibandingkan sub sektor pertanian lainnya dengan indeks kurang dari 300,00. Pada triwulan I 2003 indeks implisit kehutanan sebesar 280,02 dengan laju inflasi 4,98 persen. Pada triwulan II tahun 2003 terjadi penurunan harga barang dan jasa usaha untuk sub sektor kehutanan sebesar 0,70 persen sehingga indeks implisit menjadi 278,06.
Triwulan II dan triwulan III 2003 indeks implisit sub sektor kehutanan kembali naik dengan laju inflasi masingmasing sebesar 2,33 persen dan 5,04 persen. Indeks implisit sub sektor perikanan merupakan indeks tertinggi di sektor pertanian. Pada triwulan I tahun 2003 indeks implisit sub sektor ini mencapai 521,32 dengan laju inflasi terhadap triwulan IV tahun 2002 sebesar 1,04 persen. Pada triwulan II 2003 terjadi penurunan harga barang dan jasa sebesar 1,52 persen yang menyebabkan indeks implisit berubah menjadi 513,42.
Memasuki triwulan III indeks implisit sub sektor perikanan naik menjadi 521,18 atau inflasi perikanan sebesar 1,51 persen. Kenaikan harga kembali terjadi pada triwulan IV 2003 sebesar 6,31 persen dengan indeks implisit menjadi 554,05.
Sumber :
http://www.deptan.go.id/buletin/pdb/pdb0104.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar