Nama : NURLITA
NPM : 25210182
Kelas : 4EB17
Manfaat
dan Kendala Penerapan Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Tak dapat dipungkiri bahwa akuntansi
tidak terlepas dari efek globalisasi. Dengan demikian, standar
akuntansi di Indonesia pun mengalami pengembangan seiring berjalannya waktu. Pengembangan
standar akuntansi keuangan di Indonesia setidak-tidaknya terdiri dari 3 tonggak
sejarah, sebagai berikut :
1. Tonggak
pertama (tahun 1973) : Penerbitan “Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)” yang
merupakan modifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia.
2. Tonggak
kedua (tahun 1984) : Penerbitan “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” yang
merupakan hasil revisi mendasar atas PAI (1973) dengan tujuan menyesuaikan
akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
3. Tonggak
ketiga (tahun 1994) : Penerbitan “Standar Akuntansi Keuangan (SAK)” yang
mencerminkan adanya revisi total terhadap PAI 1984. Sejak tahun 1994, IAI
menetapkan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional
dalam pengembangan SAK. Selanjutnya terjadi perpindahan tujuan harmonisasi
menjadi adaptasi, yang selanjutnya diharapkan adopsi IFRS terjadi seiring
dinamika perubahan yang terjadi. Penetapan ini memiliki hubungan dengan terjadinya
revisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan
standar baru sejak tahun 1994. Yang kemudian pada Desember 2008 IAI telah
mengumumkan rencana konvergensi standar akuntansi lokalnya yaitu Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan International Financial Reporting
Standards (IFRS) yang merupakan produk dari IASB. Rencana pengkonvergensian
ini direncanakan akan terealisasi pada tahun 2012.
A. Manfaat Penerapan
Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Penerapan standar akuntansi internasional dalam
pelaporan keuangan memiliki beberapa manfaat, di antaranya yaitu :
1. Memudahkan
pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan
yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
2. Meningkatkan
arus investasi global melalui transparansi.
3. Menurunkan biaya
modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara
global.
4. Menciptakan
efisiensi penyusunan laporan keuangan.
5. Meningkatkan
kualitas laporan keuangan, dengan cara mengurangi kesempatan
untuk melakukan earning management .
B. Kendala
Penerapan Standar Akuntansi Internasional di Indonesia
Beberapa kendala yang dapat menghalangi/mempengaruhi
penerapan standar akuntansi internasional (IFRS) di Indonesia. Menurut Perera
dan Baydoun (2007) ada 4 aspek yang dapat menjadi kendala penerapan IFRS di
Indonesia, di antaranya yaitu :
1. Aspek
Lingkungan Sosial : Perbedaan Nilai Budaya Antar Negara
Indonesia sebagai negara yang memiliki nilai budaya
yang berbeda dengan nilai budaya asal IFRS dapat mempengaruhi proses
pelaksanaan penerapan IFRS di Indonesia. IFRS yang dikembangkan di negara
Anglo-Saxon yang cenderung memiliki nilai budaya individualisme yang tinggi dan
jarak kekuasaan (power distance) yang rendah dapat terkendala
penerapannya di Indonesia yang memiliki nilai budaya berkelompok yang tinggi
dan jarak kekuasaan yang juga tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi
tingkat profesionalisme akuntan. Selain itu penegakan aturan (penerapan IFRS
bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia) juga diragukan, dikarenakan nilai
budaya rakyat Indonesia yang cenderung melihat seseorang dengan pangkat lebih
tinggi juga memiliki kekuasaan yang lebih tinggi sehingga dapat menjadi sumber
penyelewengan.
2. Aspek
Lingkungan Organisasi : Anggapan bahwa Manfaat Penerapan IFRS Lebih Kecil
Dibanding Biaya yang Dikeluarkan
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa
hanya 442 perusahaan yang terdaftar di BEI sedangkan data dari Badan Pusat
Statistik pada tahun 2009 mengestimasi perusahaan di Indonesia sebanyak 25.077
perusahaan. Keadaan ini dapat menjadi kendala untuk penerapan IFRS karena
kecenderungan pembiayaan perusahaan masih kepada sektor perbankan. Bank
normalnya dapat memiliki akses langsung ke informasi keuangan perusahaan sebagai
penyedia dana utama. Hal ini mengakibatkan perusahaan belum merasa butuh untuk
menerapkan standar keuangan internasional yang telah terkonvergensi dalam PSAK.
Dapat diasumsikan bahwa perusahaan menganggap manfaat dari penggunaan IFRS
lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan untuk mengadopsi standar tersebut.
3. Aspek
Lingkungan Profesi : SDM Profesi Akuntan yang Memadai Masih Kurang
Penerapan IFRS di Indonesia seharusnya diikuti dengan
penataan dan penyediaan sumber daya manusia sebagai motor pelaksanaan standar
tersebut. Profesi akuntan di Indonesia memiliki 4 kategori keanggotaan :
1. Register A: anggota dengan gelar akuntan yang juga
telah berpraktek selama beberapa tahun atau menjalankan usaha praktek akuntansi
pribadi atau kepala dari kantor akuntansi pemerintah;
2. Register B: akuntan publik asing yang telah diterima
oleh pemerintah Indonesia dan telah berpraktek untuk beberapa tahun;
3. Register C: akuntan internal asing yang bekerja di
Indonesia;
4. Register D: akuntan yang baru lulus dari fakultas
ekonomi jurusan akuntansi atau memegang sertifikat yang telah dievaluasi oleh
komite ahli dan dipertimbangkan setara dengan gelar akuntansi dari universitas
negeri.
Kebanyakan dari akuntan yang ada di Indonesia adalah
akuntan dengan kategori D, sehingga sumber daya manusia untuk melaksanakan
standar akuntansi secara memadai masih kurang.
4. Aspek
Lingkungan Individu : Sikap Pasif Para Professional
Nilai budaya masyarakat Indonesia yang kental dengan
kolektivisme dan cenderung memiliki jarak kekuasaan yang tinggi dapat
berpengaruh terhadap lemahnya pengembangan dan penerapan IFRS di Indonesia.
Para professional dikuatirkan bersikap pasif terhadap draft-draft eksposur
karena menganggap tidak perlu berpartisipasi dalam pembuatan standar akuntansi (sebagai
efek dari tingginya jarak kekuasaan).
Kesimpulan :
Penerapan standar akuntansi internasional di Indonesia
merupakan tuntutan persaingan global seiring berjalannya waktu. Penerapan
standar akuntansi internasional (IFRS) di Indonesia memiliki manfaat bagi iklim
investasi di Indonesia dengan tingkat komparabilitas yang lebih tinggi dan
pengungkapan informasi keuangan yang lebih transparan, lebih berkualitas &
efisien. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat beberapa kendala yang
dapat menghalangi pelaksanaan penerapan IFRS di Indonesia.
Demikian
pembahasan ini saya buat, semoga bermanfaat bagi para pembaca dan menambah
wawasan. Apabila ada kekurangan dalam pembahasan ini, silahkan kirimkan saran
dan kritik yang membangun. Terima kasih.
Referensi :
Sony Warsono bin Hardono. 2011. Adopsi Standar Akuntansi IFRS Fakta, Dilema dan Metematika.
Yogyakarta : AB Publisher
Tidak ada komentar:
Posting Komentar