Rabu, 18 Mei 2011

Tulisan Perekonomian Indonesia Ke-9

MENGUNGKAP KRISIS EKONOMI GLOBAL

          Sudah banyak teori dan argumentasi yang diungkapkan para pakar ekonomi untuk menerangkan mengapa Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara super power dunia, kini terperosok dalam krisis ekonomi. Namun, kalau kita mau jujur, akar permasalahannya hanya satu kata, yaitu greed atau serakah.

           Banyak yang beranggapan demikian. Salah satunya, dalam sebuah edisi penerbitan yang membahas tuntas krisis keuangan global, majalah Time menuding krisis tersebut sebagai the price of greed atau buah dari keserakahan.

           Keserakahan itu pula yang membuat para pelaku pasar menganggap sepi hamburan milyaran dollar AS milik rakyat dan para pembayar pajak seluruh dunia ke pasar uang AS hanya untuk mengamankan investasinya.

           Sifat serakah menyebabkan korporasi AS nekad berspekulasi demi mengeruk laba. Lihat apa yang dilakukan perusahaan asuransi American International Groups Inc (AIG). Inti bisnis perusahaan ini adalah asuransi resiko biasa. AIG bingung ketika terlalu berani berspekulasi dalam bisnis penalangan resiko akibat transaksi derivatif.

           Nafsu untuk memburu laba pula yang menyebabkan raksasa ekonomi dunia seperti Lehman Brothers dan Merrill Lynch menutup mata saat mengucurkan kreditnya pada nasabah properti yang sebenarnya tak layak mendapatkan kredit. Saat nasabah gagal membayar, mereka pun kebingungan hingga otoritas keuangan turun tangan.

           Kejatuhan AS pada dasarnya bukan peristiwa yang datang secara tiba-tiba. Ini merupakan akumulasi yang timbul dari tahun-tahun sebelumnya, terutama akibat ketidakcakapan pemerintahan Bush dalam mengelola perekonomian dan politik luar negerinya.

           Menumpuknya hutang AS merupakan akibat dari program pengurangan pajak yang dilakukan oleh pemerintah Bush sejak 2001 sebesar US $ 1,35 triliun. Kebijakan ini merupakan ambisi Bush untuk mendorong aktivitas perekonomian negaranya. Teorinya, dengan pajak yang rendah, korporasi akan meningkatkan konsumsi. Harapan ini ibarat “menggantang asap”, karena faktanya pertumbuhan ekonomi AS hnaya sebesar 2,5 % per tahun. Ini merupakan rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah yang pernah dialami Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir. Kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat cenderung suka ikut campur urusan dalam negeri negara lain, menyumbang hutang yang tidak kecil jumlahnya.

           Amerika Serikat pada dasarnya lupa bahwa dunia kini sedang berubah. Keserakahan membuat mereka kurang berhati-hati, sehingga superioritas mereka dalam segala bidang mulai hilang. Hal ini digambarkan sangat jelas oleh kolumnis Fareed Zakaria yang dimuat di majalah Newsweek.



Tidak ada komentar: